Pertemuan I
Pengertian sistematik adalah sebagai ilmu yang secara ilmia mempelajari tentang macam-macam dan keanekaragaman organism serta hubungan kekerabatan di antara organism tersebut. Sedangkan tugas dan tujuan dari sistematik tumbuhan adalah sebagai berikut:
1. Pengenalan
2. Pertelaan
3. Penggolongan
4. Pengkajian hubungan kekerabatan serta keanekaragaman
Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari identifikasi, tatanama, dan klasifikasi suatu objek dan biasanya terbatas pada kajian objek biologik. Serta aturan-aturan, teori, dan asas-asas serta prosedurnya.
Gambaran hubungan ilmu taksonomi dengan ilmu botani lainnya: Seorang ahli taksonomi harus mempunyai pengetahuan tentang morfologi, embriologi, anatomi, sitogenetik dan ilmu sejenis lainnya. Kemajuan taksonomi tergantung pada kemajuan cabang-cabang botani lainnya, misalnya sitologi, genetika, anatomi, ekologi, morfologi, palinologi, palaentologi, fitogeografi, fitokimia dan cabang-cabang botani lain sangat berguna bagi botani sistematika. Akan tetapi ilmu-ilmu botani pun tidak akan berjalan pesat secara efisien tanpa bantuan botani sistematika. Percobaan-percobaan yang dilakukan dalam cabang-cabang botani yang banyak tersebut tidak mungkin dapat diulangi dan kebenaran kesimpulannya dikukuhkan kalau identitas objeknya meragukan. Kekurangcermatan dalam penamaan objek percobaan akan menyebabkan nilai suatu penelitian merosot atau bahkan tidak ada harganya sama sekali.
Identifikasi adalah penunjukan, penentuan atau pemastian nama yang benar dan penempatannya di dalam sistem klasifikasi, sedangkan klasifikasi adalah penyusunan tumbuhan secara teratur kedalam sistem hirarki. Nomenclatur/tatanama adalah penerapan teknik penamaan sesuai dengan peraturan-peraturan yang tertera di dalam kode internasionan tatanama tumbuhan.
Objek utama botani systematika bukanlah menemukan nama tumbuhan, tetapi menentukan hubungan dan kedekatan satu organisme tumbuhan dengan yang lainnya, sehingga dapat dikenali sepenuhnya kemiripan dan perbedaanya, karakter umum yang dimiliki bersama dan karekter spesifik yang dimiliki hanya oleh kelompoknya, serta apakah kepemilikan itu tetap, baik bentuk luar maupun struktur dalamnya dan apakah dapat dipakai dalam prakteknya. Hasil analisis dan sintesis karakter inilah yang nantinya dipakai untuk menata organisme tumbuhan tersebut kedalam susunan hirarkhi; ordo, famili, dan sebagainya, dengan kata lain systematis. Penataan ini, dimaksudkan agar alam hayati tersusun rapi dan harmony, sehingga mudah dipahami dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu, laiknya seorang penata maka yang paling dipentingkan bukanlah ragamnya tapi batas-batas keserupaannya. Disini Van Stenis mencoba menjelaskan dokrin dan prinsip-prinsip utama guna pembatasan jenis dan taxon dibawahnya.
Pembatasan spesies ditujukan untuk menyediakan satuan kerangka kerja taksonomis yang sangat penting guna memahami keanekaragaman hayati. Ada tiga elemen penting yang menjadi pijakan dalam membuat keputusan pembatasan spesies yakni;
1. Adanya kepaduan (kohesi) reproduksi yang menyediakan suatu dasar konseptual yang mencakup jantan dan betina dari populasi dan jenis yang sama.
2. Harus mempunyai nilai dignosis sehingga populasi-populasi atau grup dapat dibedakan satu sama lain.
3. Harus mempunyai beberapa kriteria untuk merangking populasi ini pada tingkat jenis.
Pembuatan batasan taxon yang jelas, menjadi sangat penting ketika kita berhadapan dengan flora yang memiliki keanekaragaman tinggi dan variasi yang besar, tidak saja pada jumlah jenisnya tapi juga keadaan alam dan iklim yang ikut serta mempengaruhi munculnya variasi karakter tumbuhan itu, seperti halnya di daerah tropik. Faktor miskinnya material tumbuhan yang diperiksa dan luasnya wilayah persebaran tumbuhan, juga berakibat tidak semua variasi dapat direkam dari sampel yang ada, sehingga banyak spesies yang dihasilkan yang di kemudian hari harus direduksi kembali. Sebaliknya, tanpa berlatar belakang pengetahuan flora daerah tropis tidak mungkin diperoleh pengetahuan kritis yang memadai bagi pembatasan taxon, area distribusinya, variabilitasnya dan konsekwensi nama dan sinonimnya.
Faktor lain yang juga ikut terlibat adalah, faktor subjektivitas pribadi dalam pemilihan karakter yang dianggap penting. Di sini unsur apresiasi seseorang terhadap karakter juga ikut mempengaruhi hasil kerja taksonomi. Jika pembatasan spesies diserahkan penentuannya pada apresiasi seseorang, laiknya karya seni maka hasil yang didapatkan akan sangat beragam sesuai selera senimannya. Untuk menekan maraknya elemen individu ini, diantisipasi dengan pemakaian seluruh sumber informasi karakter yang ada baik morphologi, anatomi, sitologi, molekular bahkan penanaman melalui penngecambahan bijinya. Seperti pada kasus Campanula rotindifolia, dari spesimen yang diperiksa karakter bunga memiliki lima segmen kelopak yang berlepasan, sehingga harus dikeluarkan dari famili Campanulceae (campanula=bentuk lonceng) bahkan dari Sympetalae sekalipun, namun ketika dicoba menanam dari bijinya, maka karakter kelopak bersatu yang merupakan karakter diagnosis famili ini muncul kembali. Fakta ini dapat diterangkan dengan mempertimbangkan keikutsertaan faktor penyusun ulang phisiologi yang menyebabkan terjadinya radikal. Faktor ini dapat menghalangi munculnya karakter konstan pada tingkat famili dan ordo. Kasus ini hanya muncul sebagai unsur salah cetak dalam penampakannya dan jelas independen dengan yang lainnya. Atau mungkin saja basis genetik dari radikal ini mewakili apa yang terdapat dalam genom, tapi selama proses ontogenesis beberapa faktor phisiologi dominan ikut terlibat sehingga penampakannya menjadi normal
Keberagaman faktor ekologi, geografi, tingkah-laku silang dan hybridisasi akan mengahasilkan penampakan yang bervariasi dan mengikuti suatu pola yang dikenal dengan pola variasi. Esensinya, tiap spesies lineus adalah populasi yang abadi dalam pengertian genetik . Dalam hal ini satu individu dapat bercampur dengan populasi spesiesnya, baik yang memiliki perbedaan yang lebih besar atau lebih kecil. Pencampuran ini menyebabkan munculnya variasi dan polymorphis, yang akan meningkat secara proporsional dengan penambahan ukuran area persebaran. Karakter yang terdifinisi secara genetik tidak dengan sendirinya terwujud secara tepat pada individu yang berbeda, penampakan ini juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan selama proses perkembangan ontogenetik, sehingga spesimen yang mempunyai genetik yang sama bisa jadi mempunyai penampakan berbeda, bahkan tidak saja terjadi pada spesimen yang berbeda, juga pada bagian yang berbeda dalam individu yang sama. Daun dari spesimen juvenil bisa berbeda dengan individu yang sudah dewasa, daun yang berkembang dibawah naungan bisa berbeda dengan yang yang berkembang pada lingkungan yang terbuka. Perbedaan penampakan pada kelompok tumbuhan yang memiliki genotyp yang sama ini dikenal juga dengan variasi phenotyp atau variabilitas, sedangkan perbedaan penampakan pada level dominansi yang disebabkab oleh komposisi genetik yang berbeda dikenal juga dengan variasi genotyp. Barhadapan dengan pola variasi sedemikian, tentu akan rumit menentukan batasan spesies hanya berdasarkan karakter morfologi.
Kecenderungan memakai karakter morphologi dalam pengerjaan suatu flora, disebabkan oleh pendekatan morfologi memberikan jalan tercepat dalam memperagakan kenekaragaman dunia tumbuhan dan dapat dipakai sebagai sistim pengacuan umum yang dapat menampung pernyataan data-data dari bidang lainnya. Selain itu, data morphologi dapat dilihat dengan mudah dan cepat dibanding data dari sumber lainnya. Perlu disadari bahwa klasifikasi berdasarkan sifat morfologi semata-mata bukan merupakan cara yang paling ideal. Khususya ketika kita menjumpai keadaan dimana variasi karakter sangat besar seperti yang terdapat di tropik. Untuk itu perlu dicarikan jalan keluarnya dengan mengunakan metode-metode yang lebih sensitif, sehingga variabilitas yang ada, dapat direkam dengan baik dan menyeluruh dan sintesa yng dihasilkannya pun akan lebih berguna. Banyak spesies yang memiliki batasan yang tidak bernilai secara taksonomy karena terjadinya bias phenotyp terutama struktur vegetatifnya, sehingga pemakaian karakter ini sebaiknya hanya penunjang karakter generatif saja.
Van Stenis dalam tulisannya mencoba mengambarkan sumber kerancuan dalam pembatasan spesies dan infraspesies, bila pengamatan hanya terpaku pada penampakan material kering herbarium. Dia mencoba menjelaskan fenomena yang sesunguhnya terjadi di alam yang membutuhkan pendekatan yang lebih baik agar semua variasi yang ada ikut terlibat menentukan batasan taxon. Paparan Van Stenis tentang pola variasi menyediakan tempat bagi pendekatan lain seperti; taksonomi ekperimental, anatomi, sitologi, molekular untuk ikut berperan dalam menyusun batasan yang lebih komprehensif dan teruji. Ada beberapa pertimbangan dalam memilih karakter apa yang sebaiknya digunakan dalam pembuatan batasan taxon yaitu; Adakah karakter yang dipakai mempunyai basis genetika yang independen, adakah data yang diperoleh dapat dianlisa dan dibandingkan, serta dengan kombinasinya hypotesa phylogeni dapat diturunkan.
Secara spesifik, ada lima keadaan dimana data morphologi saja tidak memadai dipakai sebagai dasar pembatasan spesies yakni;
1. Ketika dua spesies sympatrik atau parapatrik, tapi sangat mirip secara morphologi, sehingga status spesiesnya sulit diditeksi.
2. Dua populasi allopatrik (terpisah secara goegrafi) mungkin secara morphologi berbeda, tapi status biologinya masih dipertanyakan.
3. Dua populasi parapatrik, yang mungkin secara morphologi berbeda tapi memperlihatkan variasi klinal atau hybridisasi yang luas.
4. Dua bentuk yang secara morphologi berbeda bisa mewakili satu polimorfis dalam satu populasi yang saling interbriding.
5. Satu spesies asexual komplek yang mungkin secara morphologi mempunyai bentuk yang sama, muncul secara independen dari spesies sexual.
Suatu alternatif yang dapat menjawab permasalahan ini, adalah penggunaan penanda (marker) genetika molekuler yang memiliki beberapa keunggulan diantaranya; tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan stadia pertumbuhan organisme, sehingga lebih efisien serta dapat dipakai untuk menentukan kekerabatan secara evolusi karena parameter yang digunakan terdapat pada semua organisme hidup, fungsinya identik, dapat dibandingkan secara objektif serta berubah sesuai dengan jarak evolousinya sehingga dapat digunakan sebagai kronometer evolusi yang andal. Adapun aplikasi sistematika molekuler meliputi; studi struktur populasi menggunakan populasi biologi, variasi geografi dan system perkawinan, identifikasi spesies yang berbatasan dan perkiraan phylogeni. Kesemuanya membutuhkan perbedan pendekatan dalam tiap fase studi, perencanaan, ukuran sampel, strategi sampling, metode koleksi data dan analis data. Sedangkan cakupannya meliputi variasi infraspesies yang termasuk genetika populasi dan keragaman antar spesies yang masuk wilayah phylogenetik.
Beberapa teknik melokular yang umum digunakan adalah RFLP (Restriction Fragmen Lengh Polymorphism), RAPD (Rando Amplied Polimorpism DNA), AFLP (Amplified Fragmen Length Polymorfism) dan SSR (Simple Sequences Reped). Masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan, oleh karena itu, pemilihan teknik analisis molukular disesuaikan dengan tujuannya. Oleh karena sumber data yang dipakai berdsarkan penanda (marka) molekul maka kita lebih cendrung mengenal nama bidang ilmu ini dengan sistematika molekular.
Sistematika molekular memakai penanda genetik untuk membuat kesimpulan tentang proses evolusi dan philogeni dengan merumuskan suatu substansi data base komparatif untuk gen spesifik atau protein. Studi evolusi molekular memakai data ini untuk mengevaluasi rata-rata, proses batasan dalam perubahan molekular sepanjang waktu, selanjutnya data ini dapat pula dipakai untuk memperkirakan struktur genetika populasi dan menganalisis pohon phylogeninya.
Ada dua type dasar informasi molekular ini yakni; data jarak, dimana perbedan antar molekul diukur sebagai variabel tunggal dan data karakter, dimana perbedaan diukur sebagai sebuah rangkaian variabel diskret yang masing-masingnya multipel state. Data karakter dapat dikonversikan menjadi jarak, tapi data jarak biasanya tidak dapat dikonfersikan ke dalam data karakter. Type data kedua ini biasanya dapat dipakai untuk data koleksi dan analisis, mudah untuk menambahkan informasi bagi taxa baru dan dapat diperoleh dari sumber yang berbeda serta dikombinasikan untuk analisis
Prinsip kerjanya berlandaskan pada pemikiran bahwa perbedaan spesies memberikan perbedaan alel yang mantap pada beberapa lokus yang di payar (screen) pada protein elektroforesis, sehingga umumnya spesies outcros, adanya spesies cryptik, dan sympatrik dapat diuji dengan mencari variasi lokus yang kurang heterozigot. Sementara status morfophit sympatrik dapat dievaluasi dengan uji untuk perbandingan signifikan dalam genotyp atau frekwensi alel. Untuk popupalsi allopatrik dan populasi asexual, tujuannya adalah untuk memperkirakan seberapa luas penyebaran genetik antar populasi yang diuji dalam hubungannya dengan variasi geografi spesies. Dalam hal ini memaksimalkan jumlah lokus adalah lebih penting dari pada memaksimalkan jumlah individu yang diuji.
Dalam mempelajari sistematik dan taksonomi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, karena pada dasarnya kedua cabang ilmu tersebut memiliki perbedaan dan persamaan yang sangat erat dalam objek kajiannya. Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari klasifikasi, tatanama dan identifikasi termasuk aturan, teori, asas-asas dan prosedur dalam pelaksanaannya. Sedangkan sistematik selain mengkaji tentang klasifikasi, tatanama dan identifikasi, juga mengkaji hubungan kekerabatan diantara tumbuhan yang akan menjadi objek kajiannya. Dengan mengetahui kajian dasar dari kedua cabang ilmu tersebut maka dapat diketahui juga beberapa bagian dari tumbuhan yang harus disediakan dalam melaksanakan aplikasi dari kedua ilmu tersebu misalnya: pengambilan sampel tanaman yang hidup bebas di alam liar kemudian diawetkan guna mempertahankan struktur dasarnya dalam bentuk spesimen, baik basah maupun kering dalam laboratorium. Namun pada dasarnya sebelum tanaman yang akan dijadikan bahan kajian taksonomi dan sistematik diawetkan biasanya terlebih dahulu diamati bagian dari ciri-ciri umum yang mudah teramati dari sifat dan ciri yang jelas terlihat, terutama sifat dan ciri yang mudah berubah. Sifat-sifat yang demikian antara lain adalah warna daun dan warna bunga.
Tata cara yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan bahan dalam studi sistematik dan taksonomi antara lain:
1. Menentukan bagian tumbuhan yang akan dijadikan sampel
2. Menentukan bagian tumbuhan yang perlu diperhatikan dan tidak perlu disampel, namun penting dalam kajian taksonomi dan sistematik.
3. Menentukan besarnya bagian yang sampel, jumlah sampel dan jumlah populasi sampel.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatiakn dalam mengambil sampel koleksi tumbuhan dari lapangan, beberapa hal tersebut sebagai berikut:
1. Menentukan bagian yang mana dari tumbuhan yang memungkinkan untuk dijadikan koleksi dan diusahakan bagian tersebut dapat mewakili sifat dan ciri dari tumbuhan yang akan dikoleksi, untuk bagian dari tumbuhan yang sama dan terpisa dalam pengambilan sampel harus diberi kode yang sama agar tidak bercampur dengan bagian tumbuhan yang lain pada saat pengolahan spesimen.
2. Setelah bagian yang dikoleksi diambil, diusahakan untuk tidak terkena dengan sinar matahari dan tiupan angin agar bahan koleksi tetap awet .
3. Masukan dalam plastik dan karung untuk menjaga kelembapan dari bahan koleksi sebelum diawetkan dengan alkohol 70% sebelum masuk dalam pengerjaan selanjutnya.
Dalam pembuatan spesimen tumbuhan dikenal dua macam istilah yaitu herbarium basah dan herbarium kering. Kedua jenis spesimen ini memiliki keistimewaan masing-masing. Herbarium kering pada dasarnya untuk bagian tumbuhan yang secara menyeluruh mulai dari akar, batang, daun, bunga, buah dan biji, sedangkan spesimen basah biasanya untuk spesimen yang berupa buah dan bunga yang bertujuan untuk memperlihatkan morfologi asli dari tumbuhan yang akan diawetkan, seperti warna dan permukan dari bagian yang diawetkan.
Herbarium merupakan tempat penyimpanan contoh koleksi spesimen tanaman/tumbuhan yang telah diawetkan dengan cara-cara khusus. Secara umum ada dua jenis herbarium, yaitu herbarium kering dan herbarium basah. Herbarium yang baik selalu disertai identitas pengumpul (nama pengumpul atau kolektor dan nomor koleksi) serta dilengkapi keterangan lokasi asal material dan keterangan tumbuhan tersebut dari lapangan.
Kegunaan herbarium :
Material herbarium sangat penting artinya sebagai kelengkapan koleksi untuk kepentingan penelitian dan identifikasi, hal ini dimungkinkan karena pendokumentasian tanaman dengan cara diawetkan dapat bertahan lebih lama, kegunaan herbarium lainnya yaitu sebagai berikut :
1. material peraga pelajaran botani
2. Material penelitian
3. alat pembantu identifikasi tanaman
4. material pertukaran antar herbarium di seluruh dunia
5. bukti keanekaragaman
6. spesimen acuan untuk publikasi spesies baru Istilah herbarium lebih dikenal untuk pengawetan tumbuhan. Herbarium adalah material tumbuhan yang telah diawetkan (disebut juga spesimen herbarium). Herbarium juga bisa berarti tempat dimana material-material tumbuhan yang telah diawetkan disimpan. Misalnya Herbarium Bandungense adalah herbarium kepunyaan Departemen Biologi FMIPA ITB di Bandung, sedangkan Herbarium Bogoriense adalah herbariumm kepunyaan Balitbang Botani, Puslitbang Biologi Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Bogor.
Penyimpanan koleksi dalam lemari koleksi memiliki aturan yang sangat banyak, namun secara ringkas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Penyimpanan koleksi diurutkan berdasarkan abjat dari sluruh famili tanaman yang dikoleksi, kemudian urutan abjat genus, hingga spesis.
2. Untuk abjad yang sama juga diurutkan berdasarkan urutan abjad dari asal kawasan koleksi diperoleh.
3. Untuk spesis yang sama juga diurutkan berdasarkan abjat dari nama kolektor.
Pemeliharaan herbarium dilakukan dengan penempelan dalam sampul spesies untuk menjaga agar koleksi tidak mudah patah, kemudian sampul spesies diselipkan dalam sampul marga kurang lebih lima sampul spesis dalam setiap sampul marga. Dari sekian banyak sampul marga kemudian diletakan dalam kotak yang kemudian kotak tersebut disimpan dalam lemari koleksi. rungan lemari koleksi yang ideal adalah suhu 18o dengan pengtur kelembaban untuk mencega pertumbuhan hama pengrusak. Dengan pengelolaan yang demikian maka diharpkan spesimen yang telah dibuat baik dalam bentuk basa dan kering akan awet. Dalam perawatan secara berkalah juga diadakan penggantian sampul spesis dan dan marga untuk yang sudah lama. Dan membedakan ruang koleksi umum dengan koleksi khusus yang menjadi spesimen asli.
Pemanfaatan herbarium secara internasional pada umunya selain dijadikan sebagai laboratorium keanekaragaman flora, herbarium juga dapat dijadikan sebagai bukti keberadaan semua jenis tumbuhan yang ada di alam. Dalam studi sistematik dan taxonomi herbarium juga dimanfaatkan menjadi rujukan bagi seluruh ilmuwan dunia dalam bidang penanaman jenis tumbuhan. Karena pada herbarium juga tersedia holotipe yang menjadi acuan utama.
Flora adalah keseluruhan dari dunia tumbuhan mulai dari tumbuhan tingkat tinggi sampai tumbuhan tingkat rendah yang memenuhi syarat sebagai tumbuhan yaitu mampuh memproduksi makanan sendiri. Termasuk bakteri yang memiliki kemampuan sebagai organism autotrof. Dalam perkembangnan ilmu pengetahua dan teknologi flora biasa juga didefinisikan sebagai kehidupan tanaman era bersejarah seperti dalam fosil flora
Arti pertamaflora adalah suatu wilayah atau periode waktu, mengacu pada semua kehidupan tanaman yang terjadi di suatu daerah atau periode waktu, khususnya yang terjadi secara alami atau tanaman pribumi hidup. Makna kedua mengacu pada buku atau pekerjaan lain yang menggambarkan tanaman spesies yang terjadi di suatu daerah atau periode waktu, dengan tujuan untuk memungkinkan identifikasi
Monografi adalah intisari dari seluruh dunia yang telah diketahui tentang dasar-dasar sistematik yang telah diberikan oleh kelompok-kelompok taxon tumbuhan tertentu.
Revisi dalam arti sistematik dan taxonomi tumbuhan berarti sebagai pengkajian kembali nama yang benar tentang klasifikasi, determinasi sesuai dengan KITT yang benar sehingga tepat peletakan tumbuhan yang direvisi tersebut dalam taksa pada dalam suatu takson. Revisi layak menunjukkan bahwa suatu revisi merupakan revisi yang telah memenuhi syarat-syarat sebagai revisi terperiksa dan lebih luas lagi, substansi di dalamnya relatif tidak memiliki kesalahan pernyataan yang material serta seluruh konten di dalamnya dapat dipastikan kepada sumber terpercaya
Fungsi herbariumaadalah sebagai laboratorium keanekaragaman flora, herbarium juga dapat dijadikan sebagai bukti keberadaan semua jenis tumbuhan yang ada di alam. Dalam studi sistematik dan taxonomi herbarium juga dimanfaatkan menjadi rujukan bagi seluruh ilmuwan dunia dalam bidang penanaman jenis tumbuhan. Karena pada herbarium juga tersedia holotipe yang menjadi acuan utama. Herbarium merupakan koleksi tumbuhan atau bahagian tumbuhan yang diawetkan, Spesimen ini digunakan sebagai bahan rujukan untuk mentakrifkan taxon tumbuhan; ia mempunyai holotype untuk tumbuhan tersebut. Herbarium juga sebagai bukti keanekaragaman hayati, bukti keberadaan spesis baru. Untuk menambah nilai ekonomi tanaman dalam potensi ekonominya
Dalam koleksi tumbuhan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar koleksi yang dibuat sebagai spesimen herbarium itu memenuhi syarat untuk diakui dalam dunia iternasional. Salah-satu syaratnya adalah pemenuhan beberapa tipe yang disediakan dalam bank koleksi. Dalam publikasi herbarium itu ada yang dikenal sebagai spesimen tipe.
1. Isotipe
2. Leptotipe
3. Sintipe
4. Paratipe
5. Neotipe
Isotope adalah specimen herbarium utama yang digunakan oleh para kolektor untuk melakukan deskripsi dan pengklasifikasian suatu tanaman kedalam taxa untuk menentukan peletakannya kedalam tingkatan taxon. Leptotipe, sintipe, paratipe adalah specimen yang disediakan oleh para kolektor dalam sebuah herbarium sebagai cadangan apabilah specimen isotope hilang. Atau terbakar. Neotipe adalah specimen baru yang dibuat oleh para kolektor yang kemungkinan memilki cirri yang sama dengan specimen isotope, bila semua spesimen isotipe, Leptotipe, sintipe, paratipe hilang dan tidak ditemukan lagi.
Pada zaman dahulu herbarium hanya merupakan spesimen dari tumbuhan yang dikoleksi kering kemudian ditempel pada medium kertas yang kemudian diberi atribut Luca Ghini, yaitu pada tahun 1490-1556. Ghini adalah kolektor pertama untuk seni herbarium. Herbarium itu kemudian disebarkan kepada murid-muridnya. Ciri khas dari permbuatan herbarium pada saat itu belum jelas. Pada saat itu herbarium hanya berupa koleksi botani yang membuktikan kekayaan hayati.
Herbarium pada saat sekarang jauh lebih berkembang dari herbarium pada masa lalu. Sejak abat ke 19 metode pembuatan herbarium sudah dipatenkan karena pada herbarium sebelumnya banyak yang rusak akibat dimakan olemh serangga. Dan pada tahun 1981 dilaporkan ada tiga herbarium yang mengoleksi tanaman sebanyak 5 juta spesimen. Pada lebih dari 50 tahun lalu sudah menggunakan data sistematik karaktek, pada zaman sekarang ini herbarium selain dalam bentuk kering juga ada yang dalam bentuk basa. Kemudia pada spesimen kering ditempel pada kertas yang berkualitas tinggi yaitu pada kertas bebas asam. Selain itu herbarium sekarang juga dilengkapi oleh ilustrasi gambar. Dan pada saat ini herbarium bukan hanya terbatas pada karaktek. Pembuatan herbarium juga sudah mulai dijadikan sebagai tempat untuk penelitian berbagai keilmuan seperti untuk anatomi, filogeni, ekologi, kimia bahan alam dan sebagainya.
CARA KOLEKSI DAN PEMBUATAN HERBARIUM
Koleksi, Pengawetan dan Pembuatan Herbarium Algae, Fungi, dan Lichen
Untuk mengkoleksi algae, fungi, dan liken perlu diketahui terlebih dahulu distribusi serta tempat hidupnya. Dengan mengetahui distribusinya maka akan mudah untuk memperolehnya. Ada beberapa alat yang diperlukan pada saat melakukan koleksi, diantaranya adalah pisau, kantong plastik, dan label. Ciri-ciri tumbuhan yang hanya dapat diamati pada keadaan di tempat tumbuhnya perlu dicatat tersendiri, karena akan rusak atau hilang selama proses pengumpulan dan pengawetan.
Cara pengawetan algae, fungi, dan liken ada dua, yaitu cara basah (herbarium basah) dan cara kering (herbarium kering). Keadaan spesimen sangat mempengaruhi cara pengawetan. Demikian juga tujuan atau kegunaan dari herbarium tersebut. Ketelitian dalam teknik pembuatan dan perawatan herbarium sangat mempengaruhi keawetan herbarium tersebut.
Koleksi dan Pembuatan Herbarium Lumut dan Tumbuhan Paku
Untuk mendapatkan lumut sebagai bahan studi ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu: koleksi di lapangan, identifikasi, pengawetan, dan penyimpanan. Pengambilan bahan di lapangan sebaiknya lengkap baik dari genotofitnya maupun sporofitnya.
Beberapa alat yang diperlukan untuk pengambilan spesimen tumbuhan lumut adalah pisau, kantong koleksi, etiket gantung, buku kolektor, dan loupe.
Agar spesimen lumut tidak rusak ada beberapa cara penempatan yaitu dengan menempatkannya dalam amplop kertas atau lembaran kertas yang digulung.
Teknik pengawetan lumut biasanya dengan cara kering (herbarium kering). Lumut kering relatif kebal terhadap serangan serangga dan jamur, oleh karena itu pada penyimpanan herbarium tumbuhan lumut tidak perlu insektisida dan fungisida.
Berdasarkan cara hidupnya, tumbuhan perlu dibedakan menjadi paku yang hidup terestrial, epifit, dan aquatik. Bagian tumbuhan paku yang dikoleksi adalah sporofitnya lengkap dengan akar, batang/rizome, dan daun-daun fertil.
Ada beberapa alat yang diperlukan untuk pengambilan spesimen tumbuhan paku adalah gunting tanaman, kertas koran, kardus berlipat di tengah, alat pengepres, etiket gantung, dan label. Setelah spesimen tumbuhan paku dikeringkan sampai tingkat kekeringan tertentu, maka herbarium tumbuhan paku tersebut diberi kamfer untuk mengusir serangga.
Dalam botani, sebuah herbarium adalah koleksi diawetkan tanaman spesimen. Spesimen ini mungkin seluruh tanaman atau bagian-bagian tumbuhan: ini biasanya berada dalam bentuk kering, dipasang pada selembar, tapi tergantung pada materi juga dapat disimpan dalam alkohol atau bahan pengawet lainnya. Istilah yang sama sering digunakan dalam ilmu jamur untuk menggambarkan koleksi yang setara diawetkan jamur. Istilah ini juga dapat merujuk kepada bangunan dimana spesimen itu disimpan, atau lembaga ilmiah yang tidak hanya menyimpan tetapi penelitian spesimen ini. Spesimen di herbarium sering digunakan sebagai bahan referensi dalam menggambarkan tanaman taksa; beberapa spesimen mungkin jenis.
ntuk menjaga bentuk dan warna, tanaman yang dikumpulkan di lapangan tersebar rata pada lembaran-lembaran kertas dan kering, biasanya di pabrik tekan, antara blotters atau kertas penyerap. Spesimen, yang kemudian dipasang di lembar kertas putih kaku, diberi label dengan semua data penting, seperti tanggal dan tempat ditemukan, deskripsi tanaman, ketinggian, dan kondisi habitat khusus. Lembaran ini kemudian ditempatkan dalam kasus pelindung.. Sebagai pencegahan terhadap serangan serangga, tanaman yang menekan beku atau kasus keracunan dan didesinfeksi.
Tebal, atau tidak setuju untuk pengeringan dan memuncak pada seprai. Untuk tanaman ini, metode lain persiapan dan penyimpanan dapat digunakan Sebagai contoh, konifer kerucut dan kelapa daun dapat disimpan dalam kotak berlabel. Perwakilan bunga atau buah-buahan dapat acar dalam formaldehida untuk menjaga struktur tiga dimensi. Spesimen kecil, seperti lumut dan lumut, seringkali udara kering dan dikemas dalam amplop kertas kecil. Tidak peduli metode pelestarian, informasi rinci mengenai di mana dan kapan pabrik itu dikumpulkan, habitat, warna (karena hal itu mungkin memudar dari waktu ke waktu), dan nama kolektor biasanya disertakan.
Hebanyakan herbarium menggunakan sistem standar mengorganisir spesimen mereka ke herbarium kasus.. Lembar spesimen ditumpuk dalam kelompok oleh spesies mana mereka berasal dan ditempatkan dalam ringan besar map yang diberi label di tepi bagian bawah. Kelompok spesies folder kemudian ditempatkan bersama menjadi lebih besar, lebih berat folder oleh genus. Genus folder tersebut kemudian diurutkan berdasarkan taksonomi keluarga sesuai dengan sistem standar yang dipilih untuk digunakan oleh herbarium dan ditempatkan dalam pigeonholes dalam lemari herbarium.
Menemukan spesimen herbarium diajukan dalam mengetahui membutuhkan tatanama dan klasifikasi yang digunakan oleh herbarium. Ini juga memerlukan nama keakraban dengan kemungkinan perubahan yang telah terjadi sejak spesimen dikumpulkan, karena spesimen dapat diajukan di bawah nama yang lebih tua. Herbarium modern sering menjaga database elektronik yang dapat diakses melalui internet
Herbarium sangat penting untuk studi taksonomi tanaman, studi tentang distribusi geografis, dan menstabilkan dari tata nama. Dengan demikian diharapkan akan disertakan dalam spesimen sebanyak mungkin tanaman (misalnya, bunga, batang, daun, biji, dan buah). Linnaeus 'herbarium yang sekarang menjadi milik Linnean Society di Inggris.
Specimens housed in herbaria may be used to catalogue or identify the flora of an area. Spesimen disimpan di herbarium dapat digunakan untuk katalog atau mengidentifikasi flora dari suatu daerah. Koleksi besar dari daerah satu digunakan dalam bidang menulis panduan atau manual untuk membantu identifikasi tanaman yang tumbuh di sana. Dengan lebih banyak spesimen yang tersedia, penulis panduan ini akan lebih memahami keragaman bentuk tanaman dan distribusi alam di mana tanaman tumbuh.
Herbarium juga mempertahankan catatan sejarah perubahan vegetasi dari waktu ke waktu. Dalam beberapa kasus, tumbuhan menjadi punah dalam satu bidang, atau mungkin menjadi punah sama sekaliDalam kasus tersebut, spesimen disimpan dalam herbarium dapat merupakan satu-satunya catatan tanaman distribusi asli. Lingkungan ilmuwan menggunakan data tersebut untuk melacak perubahan iklim dan dampak manusia. Banyak ilmuwan menggunakan jenis herbarium untuk melestarikan voucher spesimen; perwakilan tanaman sampel yang digunakan dalam studi tertentu untuk menunjukkan tepat sumber data mereka.
PERTEMUAN 5
Peran herbarium pada bidang botani ekonomi
Koleksi herbarium ini mencapai dua juta spesimen dan akan mampu menjadi pusat acuan penelitian keragaman hayati, serta rujukan bagi seluruh ilmuwan dunia dalam bidang penanaman jenis tumbuhan, khususnya dari kawasan tropis.
Herbarium merupakan koleksi tumbuhan atau baagian tumbuhan yang diawetkan, Spesimen ini digunakan sebagai bahan rujukan untuk mentakrifkan taxon tumbuhan; ia mempunyai holotype untuk tumbuhan tersebut. Herbarium merupakan koleksi tumbuhan atau bahagian tumbuhan yang diawetkan, Spesimen ini digunakan sebagai bahan rujukan untuk mentakrifkan taxon tumbuhan; ia mempunyai holotype untuk tumbuhan tersebut. Herbarium boleh juga digunakan untuk merujuk kepada bangunan dimana spesimen itu disimpan.
Herbarium Hortus Botanicus Purwodadiensis yang prioritas kegiatannya adalah mendokumentasikan koleksi tumbuhan Kebun Raya Purwodadi dalam bentuk spesimen kering maupun basah, merupakan salah satu penunjang tugas pokok dan fungsi Kebun Raya Purwodadi, terutama dalam tugas dan fungsi konservasi, eksplorasi dan inventarisasi tumbuhan daerah rendah kering , yaitu sebagai alat identifikasi dan dokumentasi hasil eksplorasi; serta tugas dan fungsi fasilitas penelitian dan pendidikan yaitu memberikan pelayanan dan fasilitas untuk penelitian menggunakan herbarium (bidang Taksonomi dan Morfologi Tumbuhan) serta memberikan pengenalan kepada mahasiswa, pelajar dan masyarakat tentang fungsi dan cara pembuatan herbarium.
Lembaga Konservasi
Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), yang berfungsi untuk pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan atau satwa, dengan tetap menjaga kemurnian jenis, guna menjamin kelestarian keberadaan dan pemanfaatannya. Lembaga Konservasi mempunyai fungsi utama pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan satwa, dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Lembaga Konservasi, juga mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan, peragaan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, sarana perlindungan dan pelestarian jenis, serta sarana rekreasi yang sehat. Pengelolaan Lembaga Konservasi dilakukan berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa.
Lembaga Konservasi dapat berbentuk :
1. Kebun Binatang,
2. Taman Safari,
3. Taman Satwa,
4. Taman Satwa Khusus,
5. Pusat Latihan Satwa Khusus,
6. Pusat Penyelamatan Satwa,
7. Pusat Rehabilitasi Satwa,
8. Museum Zoologi,
9. Kebun Botani,
10. Taman Tumbuhan Khusus, dan
11. Herbarium.
Pembinaan terhadap Lembaga Konservasi dilakukan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan, dan di lapangan dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. Pembinaan dilakukan terhadap aspek teknis, administrasi, dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa koleksi yang dipelihara. Aspek teknis meliputi : koleksi, penandaan, pemeliharaan, pengembangbiakan, penyelamatan, penajarangan tumbuhan dan mutasi satwa, sarana prasarana pengelolaan tumbuhan dan satwa. Aspek administrasi meliputi : perizinan, pendataan koleksi, studbook, pelaporan pengelolaan tumbuhan dan satwa, kerjasama kemitraan. Aspek pemanfaatan meliputi : peragaan, tukar-menukar, pengembangbiakan, pelepasliaran, penelitian dan pendidikan. Evaluasi terhadap Lembaga Konservasi dilakukan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan. Evaluasi dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun. Di lapangan evaluasi dilaksanakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh aspek kegiatan pengelolaan, baik teknis, administrasi, dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa.
Ekologi merupakan studi ilmiah tentang proses regulasi distribusi kelimpahan dan saling interaksi di antara mereka, dan sebuah studi tentang desain dari struktur dan fungsi dari ekosistem (Kerbs, 1972).. Istilah ekologi ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1866 oleh E. Haeckel (ahli biologi Jerman). Ekologi berasal dari dua akar kata Yunani (oikos = rumah dan Logos=ilmu), sehingga secara harfiah bisa diartikan sebagai kajian organisme hidup dalam rumahnya.
Secara lebih formal ekologi didefenisikan sebagai kajian yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dengan lingkungan fisik dan biotik secara menyeluruh. Jadi dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa ekologi itu adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (biotik dan abiotik) dalam suatu ekosistem.
Organisme-organisme saling berinteraksi satu sama lain, dan juga berinteraksi dengan unsur-unsur abiotik yang ada di sekelilingnya. Jadi organisme-organisme dan komponen-komponen fisik lingkungan menyusun sebuah ekositem atau sistem ekologi. Komponen yang hidup, tumbuhan dan hewan, membentuk lingkungan biotik sedang komponen-komponen fisik merupakan lingkungan abiotik.
Lebih jelasnya, bagian-bagian yang mengisi ekosistem antara lain terdiri dari, bahan-bahan anorganik seperti, persenyawaan organik seperti karbohidrat, unsur iklim dan cuaca seperti temperatur, kelembapan, tekanan udara dll, organisme produsen yang mampu memproduksi bahan makanan, dan organisme konsumen yang makan makhluk lain atau hasil produksinya.
Organisme produsen merupakan komponen autotrofik, sedangkan yang lain ialah heterotrofik. Berdasarkan habitatnya ekosistem dibedakan atas ekosistem daratan (terestrial) seperti hutan, padang rumput, semak belukar, tegalan, pekarangan dll dan ekosistem perairan (akuatik) yang dibedakan air tawar dan air asin seperti sungai, kolam, danau, rawa dan lautan.
Sebuah koleksi hidup pohon-pohon dan semak-semak sering tumbuh untuk menggambarkan keragaman spesies dan bentuk disebut arboretum (latin berteduh, "pohon"). Spesimen biasanya ditanam dalam kelompok-kelompok yang mencerminkan hubungan botani atau preferensi habitat, dengan cara memproduksi yang menyenangkan. Ketika sebuah arboretum cemara terutama terdiri dari tumbuhan runjung, itu disebut pinetum. Mungkin ada hingga beberapa ribu kayu berbagai jenis tanaman, misalnya, rhododendron, diselingi di antara pepohonan.
Perwakilan spesimen biasanya dilabeli dengan nama-nama umum dan ilmiah, nama keluarga dan negara asal dapat muncul juga. Orang tua hibrida juga mungkin ditunjukkan. Program pendidikan sering dikembangkan bersama dengan sekolah-sekolah lokal dan regional masyarakat hortikultura. Arboreta dapat berdiri sendiri atau menjadi bagian dari kebun raya.
Pada dasarnya kebun botani dan aboretum adalah institusi yang menyediakan pemeliharaan koleksi hidup tumbuhan yang mewakili sejumlah spesis, genus, famili yang sangat besar. Pada umumnya kebun botani mencangkup semua jenis tumbuhan, sedangkan aboretum biasanya hanya mewakili tumbuhan yang berkayu seperti: pohon-pohon, semak-semak, dan tanaman merambat. Kebun botani moderen merupakan fasilitas yang disediakan dalam penelitian mahkluk hidup yang dijadikan sebagai pusat penelitian, penyedia data, dokumentasi, dan referensi, serta sebagai lembangga yang menunjang pendidikan, pengawetan dan pusat aktivitas umum. Kebun botani dan aboretum juga adalah merupakan koleksi hidup dan pusat yang penelitian yang berkaitan dengan semua mahkluk hidup. Beberapa fungsi kebun botani dan aboretum antara lain sebagai berikut:
1. Untuk penelitian bagi mahasiswa yang akan memperoleh gelar, yang sudah memperoleh gelar, dan yang sudah memperoleh gelar doktor atau penelitian yang berifat rasa keingintahuan peneliti berkaitan dengan mahkluk hidup.
2. Pusat akatifitas dan pelatihan singkat profesi-profesi dan pembuktian teori-teori dari guru atau pengajar mengenai berbagai oganime yang hidup.
3. Sebagai sarana pendidikan untuk mempelajari mahkluk hidup bagi para pengajar pemula dan yang sudah senior.
4. Menunjang pelatihan dan media umum yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai warisan alam semesta untuk kepentingan pribadi, rekreasi dan lain-lain.
5. Penyimpanan dan penyebaran publikasi tanaman sebagai mahkluk hidup kepada khalayak umum.
google.comyahoo.com