Traveling

Traveling
Kota Kualalumpur Malaysia

Minggu, 07 November 2010

identifikasi tanaman jahe-jahean berdasarkan bukti palinologi



USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL PROGRAM

IDENTIFIKASI TANAMAN JAHE-JAHEAN (GINGERS) BERDASARKAN BUKTI MORFOLOGI SERBUK SARI DI LABUNDOBUNDO SUAKA MARGASATWA LAMBUSANGO PULAU BUTON SULAWESI TENGGARA



BIDANG KEGIATAN:
PKM-P
Disusun Oleh:

Ketua : Gufrin / NIM. F1D1 07 015 (2007)
Anggota: 1. Pande Wida Aristy . / NIM. F1D1 08 055 (2008)
2. Ekawati / NIM. FIDI 08 046 (2008)


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan: Identifikasi Tanaman Jahe-Jahean (Gingers) Berdasarkan Bukti Morfologi Serbuk Sari Di Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango Pulau Buton Sulawesi Tenggara.

2. Bidang Kegiatan :( √ ) PKM-P ( ) PKM-K
( ) PKM-T ( ) PKM-M

3. Bidang Ilmu :( ) Kesehatan ( ) Pertanian
( √ ) MIPA ( ) Teknologi dan Rekayasa
( ) Sosial Ekonomi ( ) Humaniora
( ) Pendidikan

3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Agung Julianto
b. NIM : F1D1 07 065
c. Fakultas/Jurusan : MIPA/Biologi
d. Universitas : Haluoleo
e. Alamat Rumah dan No. Tel./HP : Jl. B. Matahari No. 35V/ 085756525567
f. Alamat email : gufrinamlin@gmail.com

4. Anggota Pelaksana Kegiatan : 3 orang

5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dra. Hj. Indrawati, M.Si
b. NIP : 196705271995031001
c. Alamat Rumah dan No. Telp. : Jln.
6. Biaya Kegiatan Total : Rp 10.000.000,-
a. Dikti : Rp 10.000.000,-
b. Sumber lain : Tidak Ada

7. Jangka Waktu Pelaksanaan : 3 bulan

Kendari, 23 Oktober 2010

Menyetujui
Ketua Jurusan Biologi FMIPA Unhalu Ketua Pelaksana Kegiatan


(Dra. Hj. Indrawati, M.Si) (Gufrin)
NIP.19670511 1993 03 2 001 NIM. F1D1 07 015


Pembantu Rektor Dosen Pendamping
Bidang Kemahasiswaan


(Prof. Dr. La Iru, S.H) (Dra. Hj. Indrawati, M.Si)
NIP. 19601231 1986 1 001 NIP. 19751023 2001 12 1 002













A. Judul
Kegiatan PKM-P ini berjudul ”Identifikasi Tanaman Jahe-Jahean (Gingers) Berdasarkan Bukti Morfologi Serbuk Sari Di Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango Pulau Buton Sulawesi Tenggara”

B. Latar Belakang Masalah
Tanaman jahe-jahean (Gingers) adalah tanaman herba berbatang semu. Seluruh familia anggota dari jahe-jahean memiliki rimpang yang tumbuh horizontal di bawah permukaan tanah. Daun-daun tersusun distioceus yang pelepahnya membentuk struktur seperti batang. Susunan bunga membentuk tandan dengan braktea yang mendukung satu bunga atau lebih. Sebagian besar bunga muncul di ujung batang dan rimpang, walaupun ada sebagian kecil yang bunganya muncul di batang semu (Poulsen, 2006).
Jahe-jahean termasuk dalam Ordo Zingiberales. Tanaman jahe-jahean terdiri dari empat familia yaitu: Cannaceae, Costaceae, Marantaceae, dan Zingiberaceae. Famila Zingiberaceae terdiri dari 50 genus dan sekitar 1200-1400 species, Cannaceae satu genus dan sekitar 25 species, Marantaceae 31 genus dan 530 species, dan Costaceae 4 genus dan sekitar 200 species (Waston dan Dallwitz, 1992; Bajaj, 1997; Kubitzki, 1998; Clayton dan Dassanayake, 2000; Simpson, 2006).
Beberapa penerapan bukti palinologi pada identifikasi tanaman sudah berhasil memperkaya karakter pencirian dalam membedakan tanaman. Penerapan bukti palinologi ini terbukti dapat memecahkan beberapa takson yang bermasalah pada anggota familia Zingiberaceae di Jawa (Nurchayani, 1998). Penerapan cabang ilmu palinologi ini juga telah diterapkan untuk membedakan sifat dan ciri pada tanaman kembang sepatu sampai pada level varietas (Aprianty dan Kriswiyanti, 2008).
Penelitian tanaman jahe-jahean yang dilakukan oleh LIPI dan Royal Botanical Garden Edinbergh tahun 2009 di Sulawesi Tenggara, Pulau Buton khususnya Suaka Margasatwa Lambusango tepatnya bagian post Labundobundo tidak dilibatkan sebagai kawasan pengidentifikasian jahe-jahean Sulawesi. Berdasarkan data persyaratan hidup jahe-jahean, Pulau Buton merupakan kawasan yang sangat layak akan ditemukannya spesies-spesies jahe, maka berdasarkan beberapa hal tersebut di atas proposal penelitian” Identifikasi Tanaman Jahe-Jahean (Gingers) Berdasarkan Bukti Morfologi serbuk sari di Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango Pulau Buton Sulawesi Tenggara” ini diajukan untuk diteliti.


C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dirumuskan masalah yang ingin ditelaah dalam penelitian ini yaitu:
1. Spesies Jahe-jahean (Gingers) apakah yang ada di Hutan Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango?
2. Bagaimanakah karakter morfologi serbuk sari dan epidermis daun dari setiap spesies jahe-jahean (Gingers) yang ada di Hutan Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango?
3. Apakah bukti serbuk sari dapat membedakan tanaman jahe-jahean (Gingers) sampai pada level spesies?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui spesies jahe-jehean (Gingers) yang ada di Hutan Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango.
2. Untuk mengetahui karakter morfologi serbuk sari setiap spesies jahe-jahean (Gingers) yang ada di Hutan Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango.
3. Untuk membuktikan bahwa karakter serbuk sari dapat membedakan tanaman jahe-jahean (Gingers) sampai pada level spesies.

E. Luaran Yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui spesies jahe-jahean (Gingers) di Hutan Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango.
2. Dapat mengetahui karakter morfologi serbuk sari setiap spesies jahe-jahean (Gingers) yang ada di Hutan Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango.
3. Dapat mengetahui bahwa karakter serbuk sari dapat membedakan tanaman jahe-jahean (Gingers) sampai pada level spesies.




F. Kegunaan

Kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua point utama sebagai berikut:
A. Internal
1. Dapat melatih dan meningkatkan kemampuan peneliti dalam mengungkapkan buah pemikiran secara tertulis yang diperoleh melalui penelitian lapangan menjadi sebuah karya ilmiah.
2. Melatih kreativitas mahasiswa dalam melakukan kegiatan penelitian.
3. Menambah keterampilan peneliti di bidang identifikasi jenis jahe-jahean yang menggunakan berbagai disiplin ilmu seperti morfologi, palinologi dan anatomi.
b. Eksternal
1. Dapat mengetahui spesies jahe-jahean (Gingers) di Hutan Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango.
2. Dapat mengetahui karakter morfologi, serbuk sari dan epidermis daun setiap spesies jahe-jahean (Gingers) yang ada di Hutan Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango.
3. Dapat mengetahui bahwa karakter serbuk sari dapat membedakan tanaman jahe-jahean (Gingers) sampai pada level spesies.
4. Dapat mengetahui bahwa karakter epidermis daun dapat membedakan tanaman jahe-jahean (Gingers) sampai pada level spesies.
5. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan berkaitan dengan sifat dan ciri morfologi, serbuk sari dan epidermis daun jahe-jahean (Gingers).
G. Tinjauan Pustaka
a. Suaka Margasatwa Lambusango
Suaka Margasatwa Lambusango terletak pada ketinggian 5 -300 m di atas permukaan laut, dengan topografi datar hingga berbukit. Kemiringan 5 hingga 30 %, jenis tanah mediteranian, tipe iklim D, dengan curah hujan tahunan rata-rata 1.980 mm. Bulan-bulan terkering adalah Agustus, September, Oktober, dan Nopember. Suhu berkisar antara 20° hingga 34° C. Kelembaban relatif 80% (BKSDA, 2006).
Secara umum tipe ekosistem di dalam kawasan Suaka Margasatwa Lambusango termasuk tipe ekosistem hutan hujan tropis daratan rendah. Tipe ekosistem tersebut menghuni kawasan dengan topografi landai bergelombang sampai berbukit antara 200-700 meter di atas permukaan laut. Ekosistem hutan hujan tropis daratan rendah di kawasan Suaka Margasatwa Labusango terdiri dari hutan primer di bagian tengah, hutan sekunder di pinggiran kawasan, dan savana di Padang Kuku dan di Blok Hutan Lagamuru (BKSDA, 2006).

c. Taksonomi Gingers
Menurut Tjitrosoepomo (1993) taksonomi atau sistematik memiliki arti yang sama yaitu pengenalan (identifikasi) yang di dalamnya tercangkup pemberian nama, dan penggolongan atau klasifikasi, sedangkan menurut Lawrence 1993 Taksonomi adalah ilmu pengetahuan yang mencangkup identifikasi, tatanama, dan klasifikasi objek, yang biasanya terbatas pada objek biologi, yang bila dibatasi pada tumbuhan saja, sering disebut sebagai sistematik tumbuhan.
Sistematik dan taksonomi memiliki arti yang berbeda. Sistematik didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari identifikasi, deskripsi, tatanama, klasifikasi organisme, mengkaji hubungan kekerabatan, serta merekontruksi sejarah evolusi suatu ras atau sejarah evolusioner tentang kehidupan, sedangkan Taksonomi adalah suatu bagian terbesar dari sistematik yang meliputi empat komponen, yaitu: deskripsi, identifikasi, tatanama, dan klasifikasi (Simpson, 2006).
Jahe-jahean (Gingers) termasuk dalam kerajaan tumbuhan, divisi Spermatophyta, kelas Monocotyledonae, ordo Zingiberales. Tanaman anggota jahe-jahean meliputi empat familia antara lain: Cannaceae, Costaceae, Marantaceae, dan Zingiberaceae. Familia Zingiberaceae terdisi dari 50 genus dan sekitar 1200-1400 spesies, Cannaceae satu genus dan sekitar 25 spesies, Marantaceae 31 genus dan 530 spesies, dan Costaceae 4 genus dan sekitar 200 spesies (Waston dan Dallwitz, 1992; Bajaj, 1997; Kubitzki, 1998; Kennedy, 2000; Simpson, 2006).
Menurut Simpson (2006) Zingiberales terdiri dari dua kelompok besar, yaitu gingers dan bananas. Pengelompokan ditemukan dalam satu monofilentik terdiri dari delapan familia. Empat familia membentuk kelompok gingers, dan empat kelompok familia lainnya adalah bananas. Kelompok Gingers terdiri dari familia Cannaceae, Costaceae, Marantaceae dan Zingiberaceae, sedangkan kelompok bananas yaitu: Heliconiaceae, Lowiaceae, Musaceae, dan Strelitziaceae.

e. Serbuk Sari
Serbuk sari atau pollen (bahasa Inggris) merupakan alat penyebaran dan perbanyakan generatif dari tumbuhan berbunga. Secara sitologi, serbuk sari merupakan sel dengan tiga nukleus, yang masing-masing dinamakan inti vegetatif, inti generatif I, dan inti generatif II. Sel dalam serbuk sari dilindungi oleh dua lapisan (disebut intine untuk yang di dalam dan exine yang di bagian luar) yang berfungsi untuk mencegahnya dari kehilangan air (Aprianty dan Kriswianti, 2008).
Ilmu tentang polen dan spora disebut palinologi yang umumnya lebih terfokus pada struktur dinding (Erdtman,1954). Daya tahan polen sangat tinggi karena memiliki eksin yang keras dan secara kimia tidak mudah hancur oleh aktivitas mikroba, tingkat salinitas, kondisi basah, oksigen rendah, dan kekeringan (Aprianty dan Kriswianti, 2008).

1. Karakter morfologi serbuk sari
Karakter serbuk sari merupakan salah satu bukti tradisional yang digunakan dalam penyusunan sistematik tumbuhan. Sifat serbuk sari yang digunakan dalam sistematik yaitu: ukuran serbuk sari, bentuk serbuk sari, tipe serbuk sari, arsitektur dinding serbuk sari, jumlah aperature, posisi aperture, serta bentuk aparature. Ciri morfologi serbuk sari tersebut semakin meningkat penggunaannya dalam taksonomi, terutama mengoreksi kembali hubungan kekerabatan antara satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya dalam kelompok-kelompok takson ( Erdtman,1952).
Menurut Radford (1986) beberapa karakter serbuk sari yang digunakan sebagai bukti taksonomi antara lain: tipe unit serbuk sari, polaritas serbuk sari, bentuk serbuk sari, simetri serbuk sari, arsitektur dinding serbuk sari, inti serbuk sari, stratifikasi eksin, bentuk eksin, struktur eksin, tipe aperatur, jumlah aperatur, posisi aperatur, bentuk aperatur dan struktur aperatur.
Menurut Sundarsini (2010) Pencandraan, atau yang dikenal pula dengan istilah pertelaan atau deskripsi serbuk sari dan spora dibuat dalam bentuk uraian kalimat, mulai dari sifat yang umum menuju ke sifat khusus, atau dari yang paling mudah diamati menuju ke sifat-sifat yang memerlukan pengamatan secara mendetil. Serbuk sari dan spora dicandra berdasarkan sifat-sifat morfologi yang meliputi unit serbuk sari, Bentuk (pandangan polar dan ekuatorial), ukuran, apertura (tipe, jumlah, dan posisi) dan ornamentasi.
Sifat-sifat tersebut di atas adalah yang mininal diperlukan untuk pencandraan, dan yang memungkinkan untuk diamati menggunakan mikroskop cahaya. Untuk mendapatkan gambaran serbuk sari dan spora yang lebih detil dan akurat, dapat ditambahkan sifat-sifat lain, misalnya sifat polaritas dan struktur dinding.

2. Peranan morfologi serbuk sari dalam taksonomi
Berbagai variasi serbuk sari dapat digunakan untuk mengetahui arah evolusi suatu tumbuhan (Aprianty dan Kriswiyanti, 2008 ), sifat serbuk sari mudah melekat pada berbagai benda membantu dalam penyelidikan kriminal, sedangkan kandungan protein, karbohidrat dan zat-zat lainnya yang tinggi mempengaruhi kualitas madu (Bhojwani dan Bhatnagar, 1978). Hasil penelitian menunjukan pula bahwa serbuk sari adalah penyebab utama alergi pernapasan. Oleh karena itu data tentang serbuk sari diperlukan untuk menunjang berbagai disiplin ilmu diantaranya taksonomi, sejarah vegetasi, dan evolusi flora (Aprianty dan Kriswiyanti, 2008).
Dari data hasil pengukuran diketahui bahwa ukuran serbuk sari dari kembang sepatu dengan warna yang berbeda terlihat adanya perbandingan ukuran yang cukup mencolok. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan panjang aksis polar dan diameter bidang ekuatorial pada masing-masing bunga dengan warna yang berbeda. Berdasarkan struktur morfologinya dapat diketahui bahwa serbuk sari kembang sepatu dengan warna yang berbeda memiliki aperture lebih dari enam atau banyak (Aprianty dan Kriswiyanti, 2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indrawati (2000) pada tanaman Trichosanthes L. Beberapa karakter serbuk sari dapat digunakan untuk identifikasi tanaman. Karakter serbuk sari ada yang dapat digunakan pada tingkat genus dan bahkan ada yang sampai pada tingkat spesies. Karakter pembeda pada level genus yaitu: bentuk dan ukuran serbuk sari, Sedangkan karakter lain yang khas yang dapat digunakan untuk pembeda pada level spesies yaitu: jumlah apertura; posisi dan batas kolpus; struktur, stratifikasi dan ornamentasi eksin.

H. METODE PENELITIAN
a. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2010, pengambilan sampel dilakukan di Suaka Margasatwa Lambusango Post Labundobundo Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Selanjutnya sampel akan diproses di Laboratorium Taksonomi Universitas Haluoleo, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
b. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Daftar alat yang digunakan dalam penelitian

No Nama Alat Kegunaan
1 Kamera digital Sebagai alat untuk mendokumentasi tanaman penelitian.
2 GPS Untuk menentukan posisi garis lintang dan garis bujur serata elevasi tempat tanaman koleksi ditemukan
3 Oven Untuk mengeringkan material bahan yang akan dijadikan herbarium kering.
4 Sentrifus Untuk mengendapkan serbuk sari yang ada dalam larutan.
5 Mikroskop Untuk Mengamati serbuk sari dan epidermis daun.
6 Lup Untuk melihat bagian tanaman yang berukuran kecil (buluh).
7 Stop watch Untuk menghitung waktu pada proses pengerjaan material epidermis daun dan serbuk sari
8 Conter Untuk menghitung jumlah stomata dalam satu bidang pandang.
9 Mikrometer Untuk mengukur serbuk sari dan stomata.
10 Rol meter Untuk mengukur batang, daun yang berukuran panjang
11 Mistar kecil Untuk mengukur bagian-bagian tanaman yang berukuran kecil seperti bagian bunga
12 Alat tulis menulis Untuk mencatat jenis jahe-jahean dan deskripsi singkatnya pada saat pengambilan sampel di lapangan.
13 Buku determinasi Untuk dijadikan panduan/acuan dalam mengidentifikasi jahe-jahean.
14 Gunting tanaman Untuk memotong-motong bagian tanaman sampel yang akan dijadikan dokumentasi dalam bentuk spesimen basah dan kering.
15 Linggis Untuk menggali rimpang tanaman yang ada dalam tanah.
16 Pisau kecil Untuk memotong bagian bunga yang berukuran kecil.
17 Botol rol film Untuk mengawetkan bunga yang akan diamati lebih lanjut dilaboratorium.
18 Boks Untuk menyimpan bahan tanaman yang telah dikoleksi dari hutan untuk dijadikan agar tidak dapat disinari lansung cahaya matahari.
19 Plastik klip Untuk menyimpan bahan tumbuhan yang berukuran besar seperti buah.
20 Pipet tetes Untuk mengambil cairan.
21 Silet goal Untuk mengerik daun yang akan diamati epidermisnya
22 Kaca objek dan penutup Untuk wadah preparat serbuk sari dan epidermis daun.
23 Cawan petri Untuk merendam daun yang akan diperparasi epidermisnya
24 Toples Untuk mengawetkan daun tanaman yang akan dibuat preparat epidermisnya dari lapangan, dan untuk media untuk herbarium basah.
25 Botol Slai Untuk mengawetkan daun yang akan dibuat preparat epidermis daun.
26 Kuas halus Untuk memegang epidermis daun yang akan dibuat preparat.
27 Karung plastik Untuk menyimpan sampel tanaman yang akan dibawa pulang di laboratorium untuk dijadikan bukti herbarium.

2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Daftar bahan yang digunakan dalam penelitian

No Nama Bahan Kegunaan
1 Tanaman Gingers (Rizom, batang, daun, bunga, buah) Untuk bahan amatan dalam pengamatan morfologi dan epidermis daun sedangkan serbuk sari pada bunga untuk pengamatan morfologi serbuk sari.
2 Alkohol 70% dan 96 % Untuk bahan pengawet.
3 Minyak imersi Untuk memfokuskan cahaya pada pengamatan dengan pembesaran tinggi (1000X)
4 Safranin 1% dan 2% Untuk bahan pewarna epidermis daun dan serbuk sari
5 Gliserin jeli 40% Media pengamatan bahan amatan epidermis daun dan serbuk sari serta untuk bahan medium herbarium basah.
6 Asam nitrat Untuk melunakan daun yang akan di sayat atau dikerik.
7 Asam asetat glasial Untuk memfiksasi serbuk sari.
8 Asam hidroklorat Untuk menjernihkan serbuk sari.
9 Aquades Untuk membilas serbuk sari dan epidermis daun untuk preparat amatan.
10 NaCL 5,25% Untuk melarutkan klorofil epidermis daun.
11 Lilin Untuk perekat kaca penutup.
12 kertas label untuk memberi tanda/kode untuk setip spesimen yang dikerjakan
13 Kertas Koran Untuk bahan pembungkus bahan
14 Kertas koran Untuk membungkus spesimen dari lapangan dan yang akan dikeringkan dalam oven.
15 Amplop Untuk menyimpan bagian dari spesimen yang terlepas dari bagian utamanya misalnya bagian bunga.
16 Lem kertas Untuk melengketkan label pada spesimen kering yang telah ditempelkan pada kertas plak.
17 Benang Untuk mengikat batang yang berukuran besar pada kertas plak.
18 Selotip Untuk merekatkan organ daun spesimen pada kertas plak.

c. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anggota tanaman kelompok gingers yang hidup liar dalam kawasan Post Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah anggota kelompok tanaman gingers yang hidup di alam liar dan memenuhi syarat untuk mewakili setiap inidividu kelompoknya dalam kawasan Hutan Post Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango.

d. Indikator Penelitian
Indikator yang digunakan dalam pengidentifikasian tanaman kelompok gingers pada penelitian ini adalah semua sifat dan ciri morfologi serbuk sari meliputi: tipe unit serbuk sari, bentuk serbuk sari, polaritas serbuk sari, asimetri serbuk sari, bentuk eksin, struktur eksin, ornamentasi, tipe aperatura, posisi aperatur, jumlah aperatur, bentuk aperatura
e. Definisi Operasional
1. Gingers (jahe-jahean) adalah semua kelompok tanaman yang termasuk dalam kelompok familia Cannaceae, Costaceae, Marantaceae, dan Zingiberaceae.
2. Identifikasi adalah penunjukan, penentuan, atau pemastian nama yang benar dan penempatannya dalam sistem klasifikasi.
3. Serbuk sari adalah massa yang dihasilkan oleh stamen bunga yang membawa sel gamet jantan.

f. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan dalam penelitian identifikasi tanaman gingers di kawasan hutan Post Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango dibagi menjadi beberapa tahap:
1. Penentuan lokasi penelitian
Penelitian direncanakan akan dilaksanakan di kawasan Hutan Post Labundobundo Suaka Margasatwa Labumbusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Kegiatan awal setelah pada penentuan lokasi penelitian yaitu:
a. Melakukan survei awal di lokasi penelitian untuk mengetahui gambaran umum tentang keberadaan tanaman yang akan diidentifikasi di kawasan Hutan Post Labundobundo Suakamarga Satwa Lambusanggo.
b. Melakukan pengurusan izin untuk melakukan penelitian di kawasan konservasi.
2. Pembuatan preparat serbuk sari
Pembuatan preparat serbuk sari dikerjakan dengan menggunakan metode Klorinasi Menurut (Erdtman,(1952) dan Erdtman (1954).
a. Mengambil sampel serbuk sari untuk semua jenis tanaman gingers yang dapat memenuhi syarat pengidentifikasian di Hutan Post Labundobundo, dengan mengambil anther (kepala sari) dimasukkan dalam tabung vial yang telah diisi asam asetat glasial, bila ada lebih dari satu bunga diusahakan adanya ulangan untuk pembuatan pengulangan preparasi serbuk sari untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam proses pencirian. Selanjutnya diproses di laboratorium.
b. Memfiksasi serbuk sari dengan asam asetat glacial 5 ml selama 24 jam dalam tabung vial.
c. Memindahkan larutan ke dalam pemusing ditambahkan 2 tetes sodium klorat dan 2 tetes asam hidroklorat dan disentrifus selama 5 menit.
d. Mengganti cairan dengan aquades dan disentrifus selama 5 menit.
f. Menambahkan pewarnaan safranin 1% dan gliserin jeli pada tabung sentrifus masing-masing sebanyak 2 tetes, kemudian aduk dengan batang pengaduk.
g. Membuat sediaan serbuk sari.
h. Mengambil serbuk sari menggunakan batang pengaduk, kemudian diletakkan pada kaca objek yang telah diberi paraffin pada sisi-sisinya kemudian dipanaskan hingga meleleh dan lengket.
i. Melakukan pengamatan dengan mikroskop cahaya.
g. Melakukan semua prosedur yang sama untuk pengulangan guna menghindari terjadinya kekeliruan dalam pengidentifikasian sifat dan ciri serbuk sari yang diamati.
3. Pengamatan serbuk sari
a. Mengambil satu per satu preparat serbuk sari masing-masing tanaman yang telah dipreparasi dan meletakkannya pada mikroskop cahaya.
b. Mengamati serbuk sari dengan pembesaran yang paling kecil 40x, 100x, 400x dan 1000x.
c. Meneteskan minyak imersi pada pada kaca penutup preparat pada pembesaran 1000 x untuk membantu memfokuskan cahaya agar bayangan terlihat jelas.
d. Melakukan pengamatan ulangan pada preparat ulangan yang telah disediakan pada proses preparasi serbuk sari sebanyak tiga kali untuk menghindari terjadinya kekeliruan pengamatan.
d. Mengamati bagian-bagian serbuk sari yang dijadikan pembeda dalam identifikasi sifat dan ciri tanaman.
e. Mencatat hasil pengamatan dan menyajikannya dalam betuk tabel.
g. Teknik Analisis Data

Sampel (data) yang diperoleh dari hasil pencirian karakter morfologi, epidermis daun dan serbuk sari akan dianalisis secara deskriptif yaitu, dengan memberikan gambaran tentang karakter sifat dan ciri dari masing-masing tanaman yang dikoleksi berdasarkan hasil identifikasi dengan berpedoman pada buku-buku yang relevan dan dengan bantuan para ahli taksonomi.
I. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan yang direncanakan pada penelitian ini sebagai berikut:
Tabel I. Jadwal Pelaksanaan kegiatan program kreativitas mahasiswa penelitian
No Jenis Kegiatan Minggu
1 2 3
1 Pengurusan izin masuk ke lokasi penelitian
2 Koleksi tanaman di lokasi penelitian
3 Pembuatan herbarium
4 Pencirian specimen herbarium
5 Identifikasi specimen herbarium
6 Pembuatan preparat serbuk sari
7 Pengamatan serbuk sari
8 Pembuatan preparat epidermis daun
9 Pengamatan epidermis daun dan stomata
10 Analisis data dan pembuatan laporan penelitian

J. Rancangan Biaya
Perkiraan biaya penelitian selama 3 (tiga) bulan kerja adalah sebagai berikut.
1. Bahan Habis Pakai
Nama Spesifikasi Kegunaan Harga (Rp)
Alkohol 70% dan 96 % 20 L Untuk bahan pengawet. 700.00,-
Minyak imersi
20 ml Untuk memfokuskan cahaya pada pengamatan dengan pembesaran tinggi (1000X) 400.00,-
Safranin 1% dan 2% 20 ml Untuk bahan pewarna epidermis daun dan serbuk sari 100.000,
Gliserin jeli 40%
50 ml Media pengamatan bahan amatan epidermis daun dan serbuk sari serta untuk bahan medium herbarium basah. 1.000.000,¬-
Asam nitrat 30 ml Untuk melunakan daun yang akan di sayat atau dikerik. 200.000,-
Asam asetat glasial 30 ml Untuk memfiksasi serbuk sari. 200.000,-
Asam hidroklorat 30 ml Untuk menjernihkan serbuk sari. 200.000,-
Aquades
20 L Untuk membilas serbuk sari dan epidermis daun untuk preparat amatan. 200.000,-
NaOCL 200 ml Untuk melarutkan klorofil epidermis daun. 100.000,-
Sub Total 3.100.000,-

2. Jasa Alat/Sewa Alat
Uraian Harga (Rp)
Jasa alat/pemeliharaan alat, mikroskop, GPS, Sentrifus, Oven, Lup, Mikrometer, Kamera digital, Counter, 5.000.000,-
Sub Total 5.000.000,-

3. Biaya Perjalanan
Uraian Harga (Rp)
Transport Lokal 500.000,-
Sub Total 500.000,-

4. Biaya Pengeluaran Lain-lain
Jenis Kegiatan Harga (Rp)
Pembuatan proposal, laporan, penggandaan, dan penjilidan 400.000,-
Biaya administrasi laboratorium 300.000,-
Biaya penelusuran pustaka dan surat menyurat 700.000,-
Sub Total 1.400.000,-

5. Rekapitulasi
Jenis Pengeluaran Jumlah (Rp)
1. Bahan Habis pakai 3.100.000,-
2. Jasa/Sewa Alat 5.000.000,-
3. Biaya Perjalanan 500.000,-
4. Biaya Pengeluaran Lain-lain 1.400.000,-
Total 10.000.000,-







DAFTAR PUSTAKA


Aprianty, N. D dan Kriswiyanti, E., 2008, Studi variasi Serbuk Sari Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) Dengan Warna Bunga Berbeda, Jurnal Biologi. XII(I): 14-18).

Bajaj, Y. P. S., 1997, Biotechnology in Agriculture and Foresty 40, Spriner- Verlag, Berlin Heidelberg.

Bhojowani, S. S dan S. P. Bhatnagar., 1978, The Embryologi of Angiosperm, Third Revised Edition, Vikas House, PVT. LTD.

BKSDA, 2006, Rencana Pengelolaan 25 Tahun Suaka Margasatwa Lambusango, Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara, Kendari.

Clayton, W. D; Dassanayake, M. D.,2000, Flora of Ceylon, National Herbarium, Departement of Agriculture, Srilanka.

Erdtman, G., 1952, Pollen Morphology and Plant Taxonomy, Chronica Botanical Company, Waltham Mass U.S.A.

., 1954, Pollen Analysis,The Chronica Botanical Company, Waltham Mass U.S.A.

Indrawati., 2000, Morfologi Serbuk Sari Marga Trichosanthes L. (Cucurbitaceae) di Jawa dan Tinjauan Taksonominya.


Kubutzki, K., 1998, Flowering Plants Monocotyledons, Springer- Verlag, Berlin Heidelberg

Lentera., 2002. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah Si Rimpang Ajaib. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

LIPI., 2006, Laporan Perjalanan Keanekaragaman dan Pengungkapan potensi Biota di Pulau Wawonii Sulawesi Tenggara, Pulsit Biologi-LIPI, Bogor.

Nurcahyani, E., 1998, Taksonomi Alpinia roxb (Zingiberaceae) Ditinjau Dari Bukti Morfologi Serbuk Sari, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Poulsen, A. D., 2006. Gingers of Sarawak. Natural History Publications (Borneo). Kinabalu.

.Radford, A. E., 1986, Fundamental of Plant Systematic. Harper and Row, Publisher, Inc. New York.

Simpson, M. G.,2006, Plant Systematics, Dana Dreibelbis, Canada.


Tjitrosoepomo, G., 1993, Taksonomi Umum (Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan, Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

., 2004. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Woston, L; Dallwitz, MJ., 1998, Keluarga Tanamana Berbunga, file:///D:/Proposal%20Penelitian/panduan/Costaceae.htm (5 Mei 2010).

Zeiger, E; Faquhar, G. D; Lowan, I. R., 1987, Stomatal Function, Stanford University Press, California.

























L. LAMPIRAN
1). NAMA DAN BIODATA KETUA SERTA ANGGOTA
1. Ketua Peneliti
Nama Lengkap : Gufrin
Tempat & Tgl Lahir : Ronta, 18 juli 1986
NIM : F1D1 07 015
Fakultas/Prog. Studi : MIPA / Biologi
Perguruan Tinggi : Universitas Haluoleo
Alamat Rumah : Jl. Bunga Matahari No. 35V Kemaraya
HP : +085756525567
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Email : gufrinamlin@gmail.com
Riwayat Pendidikan
Tabel 7. Daftar Riwayat Hidup
Macam Pendidikan Tempat Tahun
SD Negeri 1 Lipu Buton Utara 1995 – 2001
SLTP Negeri 1 Kendari Kendari 2001 – 2004
SMA Negreri 1 Kulisusu Buton Utara 2004 – 2007

2. Anggota Peneliti I
Nama Lengkap : Pande Wyda Aristy
Tempat & Tgl Lahir : Kendari, 10 Januari 1991
NIM : F1D1 08 055
Fakultas/Prog. Studi : MIPA / Biologi
Perguruan Tinggi : Universitas Haluoleo
Alamat Rumah : Heba Dalam No. 19 A
HP : 085241700114
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Email : wyda_arysti@yahoo.com
Riwayat Pendidikan
Tabel 8. Daftar Riwayat Hidup
Macam Pendidikan Tempat Tahun
SD Negeri 4 Baruga Kendari 1996 – 2002
SLTP Negeri 4 Kendari Kendari 2002 – 2005
SMA Negeri 4 Kendari Kendari 2005 – 2008

3. Anggota Peneliti II
Nama Lengkap : Ekawati
Tempat & Tgl Lahir : Analahumbuti,27 September 1990
NIM : F1D1 08 046
Fakultas/Prog. Studi : MIPA / Biologi
Perguruan Tinggi : Universitas Haluoleo
Alamat Rumah : Wua-wua (PGSD)
HP : 081245552289
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Email : ekasmiley@yahoo.co.id


Riwayat Pendidikan
Tabel 8. Daftar Riwayat Hidup
Macam Pendidikan Tempat Tahun
SD Negeri 1 Analahumbuti Konawe 1996 – 2002
SLTP Negeri 3 Anggotoa Konawe 2002 – 2005
SMA Negeri 1 Wawotobi Konawe 2005 – 2008





2). NAMA DAN BIODATA DOSEN PENDAMPING

Nama : Dra. Hj. Indrawati, M.Si
Tempat, Tgl Lahir :
NIP :
Kantor/ Unit Kerja : Jurusan Biologi FMIPA Universitas Haluoleo
Alamat Kantor : Kampus Baru Tri Dharma Anduonohu
Kendari Sulawesi Tenggara
Telp/Fax : +62401390496
HP : +
e-mail :
Alamat Rumah :

Bidang Keahlian

.....................................................................

Riwayat Pendidikan

Tempat Pendidikan Strata Kota Fak/Tahun Lulus Bidang Studi



Pengalaman Penelitian

No Judul Riset Sumber Dana Tahun








Kursus/ Lokakarya



Pengalaman Kerja



Metana Dari Feses Sapi

PRODUKSI GAS METANA
DARI LIMBAH FESES SAPI SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF BAHAN BAKAR MINYAK





Oleh




NAMA : GUFRIN
NO. STAMBUK : F1 D1 07015
PROG. STUDI : BIOLOGI
JURUSAN : BIOLOGI
FAKULTAS : MIPA




UNIVERSITAS HALUOLEO
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
KENDARI
2010
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi terbaharukan. Selain itu, peningkatan harga minyak dunia hingga mencapai 100 U$ per barel juga menjadi alasan yang serius yang menimpa banyak negara di dunia terutama Indonesia.
Lonjakan harga minyak dunia akan memberikan dampak yang besar bagi pembangunan bangsa Indonesia. Konsumsi BBM yang mencapai 1,3 juta/barel tidak seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar 1 juta/barel sehingga terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor. Menurut data ESDM (2006) cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milliar barel. Apabila terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru, diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah menerbitkan Peraturan presiden republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak
Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas. Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion. Proses ini merupakan peluang besar untuk menghasilkan energi alternatif sehingga akanmengurangi dampak penggunaan bahan bakar fosil.
Berdasarkan sifat ketersediaannya, energi yang ada di alam di bagi menjadi dua yaitu energi yang dapat diperbaharui dan energi yang tidak dapat diperbaharui. Konsep energi terbaharui diperkenalkan pada tahun 1970-an Sebagai bagian dari usaha mencoba melewati pengembangan bahan bakar nuklir dan fosil. Definisi paling umum adalah sumber energi yang dapat dengan cepat diisi kembali oleh alam dan prosesnya berkelanjutan sedangkan energi yang tak dapat diperbaharui adalah sumber energi yang bila keberadaanya telah habis akan sukar dikembalikan oleh alam.
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan akan bahan bakar minyak sebagai sumber energi menjadi tak terkendali. Hampir semua kebutuhan manusia digerakan dari energi minyak bumi. Minyak bumi adalah satu-satunya sumber energi utama yang ada di bumi setelah energi matahari.
Berdasarkan data hasil perhitungan pengolahan bahan bakar minyak, di Indonesia saat ini dapat mengeksploitasi minyak mentah sebanyak 1.125.000 barel per hari. Jumlah ini adalah jumlah yang sangat besar. Yang menjadi persoalan sekarang ini adalah seberapa lama ketersediaan mineral ini akan bertahan untuk memenuhi kebutuhan energi dunia yang terus meningkat.
Dengan peningkatan kesadaran dan pengetahuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sekarang manusia mulai merancang pengembangan energi alternatif pengganti yang bersifat terbaharui. Bahan energi yang terbaharui adalah suatu bahan yang dapat dikelola dari bahan organik yang sifatnya dapat didaur secara berkelanjutan di alam dengan waktu yang cukup singkat.
Solusi pengembangan energi yang dapat diperbaharui ini adalah bioenergi. Perkembangan penelitian di bidang bioenergi bukanlah barang baru di dunia ini. Penjajakan peluang aplikasi bioenergi untuk di industrialisasi telah lama dikembangkan, dan sekarang telah memasuki tahapan produksi secara massal dan siap di komersialisasikan. Diharapkan dalam beberapa tahun mendatang, bioenergi akan menjadi alternatif dan mampu bersaing dengan minyak dan gas bumi dalam mempertahankan ketahanan energi di dunia.
Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, mempunyai potensi untuk menjadi lumbung bioenergi dunia. Potensi yang benar-benar tidak dapat diabaikan adalah tersedianya lahan yang luas untuk membudidayakan tanaman-tanaman yang potensial sebagai sumber bahan baku bioenergi. Disini yang dimaksud bioenergi sudah termasuk pemanfaatan biomassa, biodiesel, bioetanol, dan biogas sebagai sumber energi alternatif.
Peluang pengembangan bioenergi khususnya biogas, juga dimungkinkan untuk berkembang di Indonesia baik untuk aplikasi industri skala kecil dan menengah. Berbagai sampah organik dan limbah-limbah industri merupakan bahan baku yang potensial untuk diolah menjadi biogas melalui pemanfaatan teknologi anaerobik. Pada prinsipnya, teknologi anaerobik adalah proses dekomposisi biomassa secara mikrobiologis dalam kondisi anaerobik.
Secara garis besar bahan baku yang diperlukan adalah biomassa (residu mahluk hidup), mikroorganisme, dan air. Produk utama dari biogas ini adalah gas metana dan pupuk organik. Gas metana telah dikenal luas sebagai bahan baku ramah lingkungan, karena dapat terbakar sempurna sehingga tidak menghasilkan asap yang berpengaruh buruk terhadap kualitas udara. Gas metana merupakan gas yang bernilai ekonomis tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan mulai dari memasak, hingga penggerak turbin pembangkit listrik tenaga uap.
Melimpahnya lahan yang luas di Indonesia diikuti dengan melimpahnya rumput-rumput hijau yang sangat tidak terbatas. Sebagaian masyarakat Indonesia memanfaatkan peluang itu untuk mengembangkan usaha dibidang peternakan. Usaha peternakan yang berkembang saat ini adalah peternakan sapi. Sapi merupakan ternak ruminansia yang dalam proses penguraian material organik makanannya melibatkan bakteri fermentan yang bersifat anaerobik.
Penelitian tentang pengembangan bioenergi dari feses sapi sudah banyak dilakukan. Penelitian menghasilkan produk yang sangat penting dalam membatu mengurangi penggunaan bahan bakar energi minyak bumi. Salah satu biogas yang utama dari fermentasi feses sapi adalah gas metana. Gas metana dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti elpiji. Biogas hasil fermentasi feses sapi sangat melimpah dan dapat dikerjakan dengan teknologi yang sangat sederhana oleh masyarakat. Berdasarkan uraian di atas makalah ini saya angkat untuk diulas lebih jauh, sehingga limbah feses yang bersifat polutan dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang berguna untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan.

B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat pedesaan tentang potensi limbah organik yang sangat tinggi.
2. Mempromosikan pemanfaatan bioenergi sebagai energi alternatif pengganti yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
3. Mengiventarisasi pengembangan bisnis bionergi di Indonesia.
4. Mengevaluasi faktor-faktor kunci yang memungkinkan untuk pengembangan kewiraswastaan bioenergi yang berorientasi kepada lingkungan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan kewirausahaan yang inovatif.
C. Permasaalahan
Permasaalahan yang melatar belakangi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Masih Kurangnya pemahaman masyarakat tentang potensi limbah organik yang ada disekitar lingkungan tempat tinggal.
2. Kurangnya pengetahuan tentang pengolahan limbah feses sapi menjadi bioenergi yang bernilai ekonomis tinggi.
3. Masih kurangnya kewirausahaan bioenergi yang diterapkan pada masyarakat ditingkat dasar khususnya di pedesaan.



















II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Komposisi Biogas
Bioenergi adalah bahan bakar alternatif terbaharui yang prospektif untuk dikembangkan, tidak hanya karena harga minyak bumi yang naik sekarang ini, tetapi juga karena terbatasnya produksi minyak bumi Indonesia. Kondisi perenergian Indonesia saat ini sedang memburuk, sehingga semakin mendesak untuk segera dilaksanakan pencarian bahan bakar alternatif pengganti. Ketersediaan bahan bakar energi fosil diperkirakan tidak akan berlansung lama, memerlukan solusi yang tepat, yakni bioenergi. Sekarang ini tersedia beberapa jenis energi pengganti minyak bumi yang ditawarkan antara lain tenaga baterai, batu bara, panas bumi, tenaga laut, nuklir, gas, fusi dan biofuel. Diantara jenis energi alternatif tersebut, bienergi merupakan yang paling baik untuk mengatasi masala energi karena beberapa kelebihan (Hambali, dkk, 2007).
Biogas sebagian besar mengandung gs metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hydrogen sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) serta hydrogen dan (H2), nitrogen yang kandungannya sangat kecil. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan metana semakin kecil nilai kalor. Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan beberapa parameter yaitu : Menghilangkan hidrogen sulphur, kandungan air dan karbon dioksida (CO2). Hidrogen sulphur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi, bila biogas mengandung senyawa ini maka akan menyebabkan gas yang berbahaya sehingga konsentrasi yang di ijinkan maksimal 5 ppm. Bila gas dibakar maka hidrogen sulphur akan lebih berbahaya karena akan membentuk senyawa baru bersama-sama oksigen, yaitu sulphur dioksida /sulphur trioksida (SO2 / SO3). senyawa ini lebih beracun. Pada saat yang sama akan membentuk Sulphur acid (H2SO3) suatu senyawa yang lebih korosif. Parameter yang kedua adalah menghilangkan kandungan karbon dioksida yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan. Kandungan air dalam biogas akan menurunkan titik penyalaan biogas serta dapat menimbukan korosif( Pramudi, 2008).
B. Rektor Biogas
Ada beberapa jenis reactor biogas yang dikembangkan diantaranya adalah reactor jenis kubah tetap (Fixed-dome), reactor terapung (Floating drum), raktor jenis balon, jenis horizontal, jenis lubang tanah, jenis ferrocement. Dari keenam jenis digester biogas yang sering digunakan adalah jenis kubah tetap (Fixed-dome) dan jenis Drum mengambang (Floating drum). Beberapa tahun terakhi ini dikembangkan jenis reactor balon yang banyak digunakan sebagai reactor sedehana dalam skala kecil.
1. Reaktor kubah tetap (Fixed-dome)
Reaktor ini disebut juga reaktor china. Dinamakan demikian karena reaktor ini dibuat pertama kali di chini sekitar tahun 1930 an, kemudian sejak saat itu reaktor ini berkembang dengan berbagai model. Pada reaktor ini memiliki dua bagian yaitu digester sebagai tempat pencerna material biogas dan sebagai rumah bagi bakteri,baik bakteri pembentuk asam ataupun bakteri pembentu gas metana. bagian ini dapat dibuat dengan kedalaman tertentu menggunakan batu, batu bata atau beton. Strukturnya harus kuat karna menahan gas aga tidak terjadi kebocoran. Bagian yang kedua adalah kubah tetap (fixed-dome). Dinamakan kubah tetap karena bentunknya menyerupai kubah dan bagian ini merupakan pengumpul gas yang tidak bergerak (fixed). Gas yang dihasilkan dari material organik pada digester akan mengalir dan disimpan di bagian kubah.
Keuntungan dari reaktor ini adalah biaya konstruksi lebih murah daripada menggunaka reaktor terapung, karena tidak memiliki bagian yang bergerak menggunakan besi yang tentunya harganya relatif lebih mahal dan perawatannya lebih mudah. Sedangkan kerugian dari reaktor ini adalah seringnya terjadi kehilangan gas pada bagian kubah karena konstruksi tetapnya.
2. Reaktor floating drum
Reaktor jenis terapung pertama kali dikembangkan di india pada tahun 1937 sehingga dinamakan dengan reaktor India. Memiliki bagian digester yang sama dengan reaktor kubah, perbedaannya terletak pada bagian penampung gas menggunakan peralatan bergerak menggunakan drum. Drum ini dapat bergerak naik turun yang berfungsi untuk menyimpan gas hasil fermentasi dalam digester. Pergerakan drum mengapung pada cairan dan tergantung dari jumlah gas yang dihasilkan.
Keuntungan dari reaktor ini adalah dapat melihat secara langsung volume gas yang tersimpan pada drum karena pergerakannya. Karena tempat penyimpanan yang terapung sehingga tekanan gas konstan. Sedangkan kerugiannya adalah biaya material konstruksi dari drum lebih mahal. faktor korosi pada drum juga menjadi masalah sehingga bagian pengumpul gas pada reaktor ini memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan menggunakan tipe kubah tetap.
3. Reaktor balon
Reaktor balon merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan pada skala rumah tangga yang menggunakan bahan plastik sehingga lebih efisien dalam penanganan dan perubahan tempat biogas. reaktor ini terdiri dari satu bagian yang berfungsi sebagai digester dan penyimpan gas masing masing bercampur dalam satu ruangan tanpa sekat. Material organik terletak dibagian bawah karena memiliki berat yang lebih besar dibandingkan gas yang akan mengisi pada rongga atas.










III. PEMBAHASAN

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Biogas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan(Prihandana, 2007)
Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil.
Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari biogas telah dicobakan pada tanaman jagung, bawang merah dan padi.
Sebagian besar para peternak sapi yang ada di Indonesia menganggap bahwa feses sapi yang mereka pelihara adalah polutan bagi lingkungan. Maka perlu diadakannya pengembangan informasi kepada publik bagaimana memanfaatkan limbah yang tidak berguna menjadi bernilai tinggi dengan mengembangkan teknologi biogas untuk memfermentasikan feses mengotori lingkungan menggunakan mikroba anaerob yang terbawah bersama feses yang dibuang oleh ternak.
Ada tiga macam reaktor sederhana yang banyak dikembangkan dibeberapa Negara di dunia untuk memulai usaha dengan biogas dengan bahan dasar feses sapi untuk memproduksi gas metana (CH¬4) yang sangat baik sebagai bahan energi alternative. Ketiga jenis rektor itu antara lain rektor china, reakor india dan rekator balon.
Pada reaktor ini memiliki dua bagian yaitu digester sebagai tempat pencerna material biogas dan sebagai rumah bagi bakteri,baik bakteri pembentuk asam ataupun bakteri pembentu gas metana. bagian ini dapat dibuat dengan kedalaman tertentu menggunakan batu, batu bata atau beton. Strukturnya harus kuat karna menahan gas aga tidak terjadi kebocoran. Bagian yang kedua adalah kubah tetap (fixed-dome). Dinamakan kubah tetap karena bentunknya menyerupai kubah dan bagian ini merupakan pengumpul gas yang tidak bergerak (fixed). Gas yang dihasilkan dari material organik pada digester akan mengalir dan disimpan di bagian kubah.
Rektor terapung memiliki bagian digester yang sama dengan reaktor kubah, perbedaannya terletak pada bagian penampung gas menggunakan peralatan bergerak menggunakan drum. Drum ini dapat bergerak naik turun yang berfungsi untuk menyimpan gas hasil fermentasi dalam digester. Pergerakan drum mengapung pada cairan dan tergantung dari jumlah gas yang dihasilkan.
Rektor merupakan reactor yang paling paling banyak dikembangkan dalam skala rumah tangga. Reactor balon hanya terdiri dari satu sekat yang terbuat dari plastic yang tahan dengan tekanan. Prinsip kerja rector balon adalah dengan cara memasukan campuran feses yang telah diberi air dengan perbandingan feses air 1: 1. Feses yang telah diencerkan dapat lansung dimasukan dalam wadah plastic kemudian fermentasi bakteri anaerob akan aktif selama dua minggu untuk memproduksi gas metana, karbon dan hidrogen.
Konversi limbah melalui proses anaerobik digestion dengan menghasilkan biogas memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
- biogas merupakan energi tanpa menggunakan material yang masih memiliki manfaat termasuk biomassa sehingga biogas tidak merusak keseimbangan karbondioksida yang diakibatkan oleh penggundulan hutan (deforestation) dan perusakan tanah.
- Energi biogas dapat berfungsi sebagai energi pengganti bahan bakar fosil sehingga akan menurunkan gas rumah kaca di atmosfer dan emisi lainnya.
- Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang keberadaannya duatmosfer akan meningkatkan temperatur, dengan menggunakan biogas sebagai bahan bakar maka akan mengurangi gas metana di udara.
- Limbah berupa sampah kotoran hewan dan manusia merupakan material yang tidak bermanfaaat, bahkan bisa menngakibatkan racun yang sangat berbahaya. Aplikasi anaerobik digestion akan meminimalkan efek tersebut dan meningkatkan nilai manfaat dari limbah.
- Selain keuntungan energi yang didapat dari proses anaerobik digestion dengan menghasilkan gas bio, produk samping seperti sludge. Meterial ini diperoleh dari sisa proses anaerobik digestion yang berupa padat dan cair. Masing-masing dapat digunakan sebagai pupuk berupa pupuk cair dan pupuk padat.
Pada saat ini Indonesia memprorioritaskan delapan hasil bahan organik utama yang menjadi sumber bahan untuk pengembangan bioenergi. Kedelapan bahan bahan organik itu adalah Kotoran ternak, kelapa sawit, kelapa, jagung, tebuh, jarak pagar, ubi kayu dan sagu. Semua bahan organik ini keberadaannya melimpah di daerah pedesaan sehingga sangat potensial jika di kembangkan oleh msyarakat untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi.
Saat ini masyarakat Indonesia belum sacara luas mengenal potensi yang ada dilingkungan mereka. Seperti halnya para peternak sapi yang hanya menganggap kotaran ternak mereka sebagai polutan bagi lingkungan. Tapi sebenarnya apabila diketahui secara pasti bagaimana pengembangan atau pengolohannya, maka limbah yang dianggap sebagai polutan itu akan dianggap sebagai sumber pendapatan yang sekaligus membersikan lingkungan mereka.
Ada beberapa faktor kunci yang menjadi penentu keberhasilan program pengembangan usaha bioenergi yang ada dipedesaan. Salah satu faktor kunci yang utama adalah keterampilan masyarakat yang akan mengembangkan usaha bioenergi. Faktor kunci yang kedua adalah ketersediaan bahan baku yang ada dilingkungan tempat tinggal orang yang melaksanakan usaha bioenergi. Faktor yang ketiga adalah adanya link pemasaran hasil produksi bioenergi yang diproduksi secara berkelanjutan. Ketiga faktor itu merupakan faktor kunci yang menjadi dasar utama pengembangan industri bioenergi yang ada di pedesaan.
V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini berdasarkan dari tujuan dan rumusan masalah di atas sebagai berikut:
1. Penumbuh kembangan kesadaran masyarakat pedesaan tentang potensi limbah organik dan promosi pemanfaatan bioenergi sebagai energi alternatif pengganti dapat dilakukan dengan memberikan keterampilan pengolahan secara terpadu dan berkelanjutan pengelolaan terknologi biogas untuk memproduksi gas metana yang sangat efektif untuk kebutuhan energi alternatif.
2. Bisnis bionergi yang dikembangkan di Indonesia adalah bioetanol, biodiesel, SVO, minyak bakar, dan biogas.
3. Faktor-faktor kunci yang memungkinkan untuk pengembangan kewiraswastaan bioenergi yang beroriontasi kepada lingkungan kesejateraan masyarakat dan pengembangan kewirausahaan yang inovatif yang paling utama adalah keterampilan, ketersediaan bahan, dan jalur pemasaran produksi.
B. Saran
Saya sangat terbuka untuk menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun isi makalah ini, agar makalah ini menjadi sumber ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi para pembaca.


DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2004, Potensi energi terbaharukan di Indonesia, Jakarta
Instruksi Presiden, Instruksi Preiden No 1 tahun 2006 tertanggal 25 januari 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuels), sebagai energi alternative, Jakarta.
Irahim. 2007. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/ indonesia_sebagai_ lumbung_bioenergi_dunia/
Presiden Republik Indonesia, 2006, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional, Jakarta
Prihandana, R, 2007, Meraup Untung dari Jarak Pagar, P.T Agromedia Pustaka. Jakarta.
http://www.opensubscriber.com/message/ekonominasional@yahoogroups.com/2154186.html

identifikasi tanaman jahe-jahean berdasarkan bukti palinologi

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL PROGRAM
IDENTIFIKASI TANAMAN JAHE-JAHEAN (GINGERS)
BERDASARKAN BUKTI MORFOLOGI DAN PALINOLOGI
DI LABUNDOBUNDO SUAKA MARGASATWA LAMBUSANGO
PULAU BUTON SULAWESI TENGGARA
BIDANG KEGIATAN:
PKM-P
Disusun Oleh:
Ketua : Gufrin / NIM. F1D1 07 015 (2007)
Anggota: 1. Pande Wyda Arysti / NIM. F1D1 08 051(2008)
2. Ekawati / NIM. FIDI 08046(2008)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan: Identifikasi Tanaman Jahe-Jahean (Gingers) Berdasarkan Bukti
Morfologi dan Palinologi Di Labundobundo Suaka
Margasatwa Lambusango Pulau Buton Sulawesi Tenggara.
2. Bidang Kegiatan :( √ ) PKM-P ( ) PKM-K
( ) PKM-T ( ) PKM-M
3. Bidang Ilmu :( ) Kesehatan ( ) Pertanian
( √ ) MIPA ( ) Teknologi dan Rekayasa
( ) Sosial Ekonomi ( ) Humaniora
( ) Pendidikan
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Gufrin
b. NIM : F1D107 015
c. Fakultas/Jurusan : MIPA/Biologi
d. Universitas : Haluoleo
e. Alamat Rumah dan No. Tel./HP:Jl. B. Matahari No. 35V/ 085756525567
f. Alamat email : gufrinamlin@gmail.com
4. Anggota Pelaksana Kegiatan : 2 orang
Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dra. Hj. Indrawati, M.Si
b. NIP : 196705111993032001
c. Alamat Rumah dan No.Telp :Jln. Cempedak No.1 A. Anduonohu
Kendari (0401-3194577)
6. Biaya Kegiatan Total : Rp 10.000.000,-
a. Dikti : Rp 10.000.000,-
b. Sumber lain : Tidak Ada
7. Jangka Waktu Pelaksanaan : 4 bulan
Kendari, 23 Oktober 2010
Menyetujui
Ketua Jurusan Biologi FMIPA Unhalu KetuaPelaksana Kegiatan
(Dra. Hj. Indrawati, M.Si) (Gufrin)
NIP.196705111993032001 NIM. F1D1 07 015
Pembantu Rektor Dosen Pendamping
Bidang Kemahasiswaan
(Prof. Dr. La Iru, S.H) (Dra. Hj. Indrawati, M.Si)
NIP. 1960123119861001 NIP. 196705111993032001
A. Judul
Kegiatan PKM-P ini berjudul: Identifikasi Tanaman Jahe-Jahean
(Gingers) Berdasarkan Bukti Morfologi dan Palinologi Di
Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango Pulau Buton Sulawesi
Tenggara.
B. Latar Belakang Masalah
Tanaman jahe-jahean (Gingers)adalah tanaman herba berbatang semu.
Seluruh anggota dari jahe-jahean memiliki rimpang yang tumbuh horizontal di
bawah permukaan tanah. Daun-daun tersusun distioceus yang pelepahnya
membentuk struktur seperti batang. Susunan perbungaan membentuk tandan
dengan braktea yang mendukung satu bunga atau lebih. Sebagian besar bunga
muncul di ujung batang dan rimpang, walaupun ada sebagian kecil yang
bunganya muncul di batang semu (Poulsen, 2006).
Jahe-jahean (Gingers) termasuk dalam Ordo Zingiberales yang terdiri
dari empat familia yaitu: Cannaceae, Costaceae, Marantaceae, dan
Zingiberaceae. Famila Zingiberaceae terdiri dari 50 genus yang beranggotakan
1200-1400 species, Cannaceae 1 genus dengan sekitar 25 species,
Marantaceae 31 genus dengan sekitar 530 species, dan Costaceae 4 genus
sekitar 200 species (Waston dan Dallwitz, 1992; Bajaj, 1997; Kubitzki, 1998;
Clayton dan Dassanayake, 2000; Simpson, 2006).
Besarnya keanekaragaman spesies jahe-jahean (Gingers) menunjukkan
keragaman variasi morfologi diantara anggotanya yang menarik untuk dikaji
dalam penelitian taksonomi melalui pendekatan morfologi dan palinologi,
apalagi spesies jahe-jahean merupakan tumbuhan yang menjadi objek kajian
BPOM karena rimpangnya memiliki banyak manfaat dan berkhasiat sebagai
tanaman obat. Kandungan senyawa yang terdapat pada tanaman jahe-jahean
adalah golongan falonoid, fenol, terpenoid dan minyak atsiri. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kunyit mempunyai aktivitas sebagai
antiinflamasi (antiperadangan), aktivitas terhadap peptic ulcer, antitoksik,
antihiperlipidema dan aktivitas antikanker (Fauzi, 2009).
Beberapa penerapan bukti palinologi pada identifikasi tumbuhan sudah
berhasil memperkaya karakter pencirian dalam membedakan
tumbuhan.Penerapan bukti palinologi juga terbukti dapat memecahkan
beberapa takson yang bermasalah pada anggota familia Zingiberaceae di Jawa
(Nurchayani, 1998). Penerapan cabang ilmu palinologi ini juga telah
diterapkan untuk membedakan sifat dan ciri pada tumbuhan kembang sepatu
(Hibiscus rosa-sinensis) sampai pada level varietas (Aprianty dan Kriswiyanti,
2008).
Penelitian tanaman jahe-jahean di daratan Sulawesi Tenggara telah
dilakukan oleh LIPI dan Royal Botanical Garden Edinbergh pada tahun 2009
dan telah dipublikasi oleh Axel (2009) dengan ditemukan 29 spesies yang
tergolong dalam 5 genus dan 3 family. Pulau Buton merupakan jazirah
kepulauan di Sulawesi Tenggara terdapat kawasan hutan lindung, suaka
margasatwa Lambusango yang belum dieksplorasi keanekaragaman jahejahean.
Berdasarkan data persyaratan hidup jahe-jahean, Pulau Buton
merupakan kawasan yang sangat layak akan ditemukannya spesies-spesies
jahe, maka dari uraian diatas ditetapkan judul penelitian “ Identifikasi Jahe-
Jahean (Gingers) Berdasarkan Bukti Morfologi dan Palinologi di
Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango Pulau Buton Sulawesi
Tenggara”.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang yang telah dipaparkan di atas, dirumuskan
masalah yang ingin ditelaah dalam penelitian ini yaitu:
1. SpesiesJahe-jahean (Gingers)apakah yang ada di Hutan Labundobundo
Suaka Margasatwa Lambusango?
2. Bagaimanakah karakteristik morfologidari setiap spesiesjahejahean(
Gingers)yang ada di Hutan Labundobundo Suaka Margasatwa
Lambusango?
3. Bagaimanakah karakteristik morfologi serbuk sari dari setiap spesiesjahejahean(
Gingers)yang ada di Hutan Labundobundo Suaka Margasatwa
Lambusango?
4. Apakah bukti palinolgi dapat membedakan tumbuhan jahe-jahean (Gingers)
sampai pada level spesies?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui spesies jahe-jehean (Gingers) yang ada di Hutan
Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango.
2. Untuk mengetahui karakter morfologi setiap spesies jahe-jahean (Gingers)
yang ada di Hutan Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango.
3. Untuk mengetahui karakter serbuk sari setiap spesies jahe-jahean
(Gingers)yang ada di Hutan Labundobundo Suaka Margasatwa
Lambusango.
4. Untuk membuktikan bahwa bukti palinologi dapat membedakan tanaman
jahe-jahean (Gingers)sampai pada level spesies.
E. Luaran Yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Memberikan kontribusi yang besar terhadap identifikasi spesies jahejahean(
Gingers) di Hutan Labundobundo Suaka Margasatwa Lambusango.
2. Menghasilkan publikasi ilmiah bertaraf nasional maupun internasional.
F. Kegunaan
Kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi
dua point utama sebagai berikut:
a. Internal
1. Dapat melatih dan meningkatkan kemampuan peneliti dalam
mengungkapkan buah pemikiran secara tertulis yang diperoleh melalui
penelitian lapangan menjadi sebuah karya ilmiah.
2. Menambah ketrampilan peneliti untuk melakukan identifikasi jenis jahejahean
melalui pendekatan morfologi dan palinologi
b. Eksternal
1. Dapat melengkapi informasi tentang data spesies tumbuhan jahe-jahean
(Gingers) di Sulawesi tenggara khususnya dan di Indonesia pada
umumnya.
2. Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang taksonomi
tumbuhan sehingga menjadi bahan informasi bagi pihak-pihak yang
terkait.
G. Tinjauan Pustaka
a. Taksonomi Gingers
Taksonomi adalah ilmu pengetahuan yang mencangkup
identifikasi, tatanama, dan klasifikasi objek, yang biasanya terbatas pada
objek biologi, yang bila dibatasi pada tumbuhan saja, sering disebut juga
sebagai sistematik tumbuhan.Sistematik didefinisikan sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari identifikasi, deskripsi, tatanama, klasifikasi
organisme, mengkaji hubungan kekerabatan, serta merekontruksi sejarah
evolusi suatu ras atau sejarah evolusioner tentang kehidupan
(Tjitrosoepomo,2004).
Dalam sistem klasifikasi jahe-jahean (Gingers) tergolong dalam
divisi Spermatophyta, classis Monocotyledonae, ordo Zingiberales.
Zingiberales terdiri dari dua kelompok besar, yaitu gingers dan bananas.
Pengelompokan ditemukan dalam satu monofilentik terdiri dari delapan
familia. Empat familia membentuk kelompok gingers, dan empat kelompok
familia lainnya adalah bananas. Kelompok Gingers terdiri dari familia
Cannaceae, Costaceae, Marantaceae dan Zingiberaceae, sedangkan
kelompok bananas yaitu: Heliconiaceae, Lowiaceae, Musaceae, dan
Strelitziaceae (Simpson, 2006)
b. Serbuk Sari
Palinologi adalah ilmu yang mempelajari tentang serbuk sari dan
spora. Serbuk sari atau pollen (bahasa Inggris) merupakan alat penyebaran
dan perbanyakan generatif tumbuhan berbunga. Secara sitologi, serbuk sari
merupakan sel dengan tiga nukleus, yang masing-masing dinamakan inti
vegetatif, inti generatif I, dan inti generatif II (Erdtman, 1952)
Sel dalam serbuk sari dilindungi oleh dua lapisan (disebut intine
untuk yang di dalam dan exine yang di bagian luar) yang berfungsi untuk
mencegahnya dari kehilangan air. Daya tahan polen sangat tinggi karena
memiliki eksin yang keras dan secara kimia tidak mudah hancur oleh
aktivitas mikroba, tingkat salinitas, kondisi basah, oksigen rendah, dan
kekeringan (Faegri dan Inversen, 1975).
1. Karakter morfologi serbuk sari
Karakter serbuk sari merupakan salah satu bukti tradisional yang
digunakan dalam penyusunan sistematik tumbuhan.Sifat serbuk sari yang
digunakan dalam sistematik yaitu: ukuran serbuk sari, bentuk serbuk sari,
tipe serbuk sari, arsitektur dinding serbuk sari, jumlah aperatura, posisi
apertura, serta bentuk apertura. Ciri morfologi serbuk sari tersebut
semakin meningkat penggunaannya dalam taksonomi, terutama
mengoreksi kembali hubungan kekerabatan antara satu tumbuhan dengan
tumbuhan lainnya dalam kelompok-kelompok takson (Erdtman,1952).
2. Peranan morfologi serbuk sari dalam taksonomi
Berbagai variasi serbuk sari dapat digunakan untuk mengetahui arah
evolusi suatu tumbuhan (Aprianty dan Kriswiyanti, 2008), sifat serbuk
sari mudah melekat pada berbagai benda membantu dalam penyelidikan
kriminal, sedangkan kandungan protein, karbohidrat dan zat-zat lainnya
yang tinggi mempengaruhi kualitas madu (Bhojwani dan Bhatnagar,
1978). Hasil penelitian menunjukan pula bahwa serbuk sari adalah
penyebab utama alergi pernapasan.Oleh karena itu data tentang serbuk
sari diperlukan untuk menunjang berbagai disiplin ilmu diantaranya
taksonomi, sejarah vegetasi, dan evolusi flora (Aprianty dan Kriswiyanti,
2008).
c. Suaka Margasatwa Lambusango
Secara geografis kawasan Suaka Margasatwa Lambusango terletak
antara 05˚13’-05˚24’ LS dan 122˚47’-122˚56’ BT dengan luas 27.000 Ha.
Suaka Margasatwa Lambusango sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan
Wakangka dan Watumotobe, sebelah timur berbatasan dengan Desa Lawele
dan Hutan Produksi, sebelah selatan berbatasan dengan Hutan Lindung dan
Hutan Produksi dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Wakalambe dan
Lambusango. Suaka Margasatwa Lambusango terletak pada ketinggian 5 -
300 m di atas permukaan laut, dengan topografi datar hingga berbukit.
Kemiringan 5 hingga 30 %, jenis tanah mediteranian, tipe iklim D, dengan
curah hujan tahunan rata-rata 1.980 mm. Bulan-bulan terkering adalah
Agustus, September, Oktober, dan Nopember. Suhu berkisar antara 20°
hingga 34° C. Kelembaban relatif 80% (BKSDA, 2006).
Secara umum tipe ekosistem di dalam kawasan Suaka Margasatwa
Lambusango termasuk tipe ekosistem hutan hujan tropis daratan
rendah.Tipe ekosistem tersebut menghuni kawasan dengan topografi landai
bergelombang sampai berbukit antara 200-700 meter di atas permukaan laut.
Ekosistem hutan hujan tropis daratan rendah di kawasan Suaka Margasatwa
Labusango terdiri dari hutan primer di bagian tengah, hutan sekunder
dipinggiran kawasan, dan savana di Padang Kuku dan di blok hutan
Lagamuru (BKSDA, 2006).
H. METODE PENELITIAN
a. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Nopember 2010,
pengambilan sampel dilakukan di Suaka Margasatwa Lambusango Post
Labundobundo Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Selanjutnya sampel akan
diproses di Laboratorium Taksonomi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Universitas Haluoleo.
b. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Daftar alat yang digunakan dalam penelitian
No Nama Alat Kegunaan
1 Kamera digital Sebagai alat untuk mendokumentasi
tanaman penelitian.
2 GPS
Untuk menentukan posisi garis lintang
dan garis bujur serata elevasi tempat
tanaman koleksi ditemukan
3 Oven
Untuk mengeringkan material bahan
yang akan dijadikan herbarium kering.
4 Sentrifus
Untuk mengendapkan serbuk sari yang
ada dalam larutan.
5
Mikroskop
binokuler
Untuk Mengamati serbuk sari.
6
Mikroskop
inverse
Untuk mempotret sedian serbuk sari
7 Mikrometer Untuk mengukur serbuk sari
8 Stop watch
Untuk menghitung waktu pada proses
pengerjaan material serbuk sari
9
Alat tulis
menulis
Untuk mencatat jenis jahe-jaheandan
deskripsi singkatnya pada saat
pengambilan sampel di lapangan.
10
Buku
determinasi
Untuk dijadikan panduan/acuan dalam
mengidentifikasi jahe-jahean.
11 Linggis
Untuk menggali rimpang tanaman yang
ada dalam tanah.
12 Botol rol film
Untuk mengawetkan bunga yang akan
diamati lebih lanjut dilaboratorium.
13
Kaca objek dan
penutup
Untuk wadah preparat serbuk sari
14 Karung plastik
Untuk menyimpan sampel tanaman yang
akan dibawa pulang di laboratorium
untuk dijadikan bukti herbarium.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Daftar bahan yang digunakan dalam penelitian
No Nama Bahan Kegunaan
1
Tumbuhan Jahejahean
(Gingers)
Untuk bahan amatan dalam
pengamatan morfologi dan serbuk sari
pada bunga untuk pengamatan
morfologi serbuk sari.
2
Alkohol 70% dan 96
%
Untuk bahan pengawet.
3 Minyak imersi
Untuk memfokuskan cahaya pada
pengamatan pembesaran 1000 X
4 Safranin 1% dan 2% Untuk bahan pewarna serbuk sari
5 Gliserin jeli 40%
Bahan preparasi serbuk sari dan bahan
medium herbarium basah.
6 Asam asetat glacial Untuk memfiksasi serbuk sari.
7 Asam hidroklorat Untuk menjernihkan serbuk sari.
8 Aquades
Untuk membilas serbuk sari sebagai
preparat amatan.
9 Lilin Untuk perekat kaca penutup.
10 kertas label
untuk memberi tanda/kode untuk setip
spesimen yang dikerjakan
11 Amplop
Untuk menyimpan bagian dari
spesimen yang terlepas dari bagian
utamanya misalnya bagian bunga.
c. Indikator Penelitian
Indikator yang digunakan dalam pengidentifikasian tanaman
kelompok gingers pada penelitian ini adalah semua sifat dan ciri morfologi
kasar (akar, rizoma/batang, daun, perbungaan/bunga, buah ) dan morfologi
serbuk sari ( tipe unit serbuk sari, bentuk serbuk sari, polaritas serbuk sari,
asimetri serbuk sari, bentuk eksin, struktur eksin, ornamentasi, tipe
aperatura, posisi aperatur, jumlah aperatur, bentuk aperatura
d. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan dalam penelitian dibagi menjadi
beberapa tahap:
1. Penentuan lokasi penelitian
a. Melakukan survei awal di lokasi penelitian untuk mengetahui
gambaran umum tentang keberadaan tanaman yang akan diidentifikasi
b. Pengurusan izin di instansi terkait dengan kawasan konservasi.
2. Pengumpulan sampel dilakukan dengan metode jelajah yaitu menelusuri
sepanjang jalur yang memungkinkan adanya tanaman jahe. Sampel
terdiri atas bahan untuk pembuatan herbarium kering dan herbarium
basah (organ bunga dan buah) serta sampel serbuk bunga untuk bahan
preparat serbuk sari (dengan mengambil kepala antera bunga sebagai
tempat melekat serbuk sari) dari setiap sampel tanaman.
3. Pembuatan Herbarium Kering
Pembuatan herbarium kering dilakukan dengan mempres sampel
tanaman yang dikoleksi dari lapangan dengan alat yang disebut sasak,
terdiri dari karton, koran, spons gabus dan plat seng. Selanjutnya
tumpukan sampel yang sudah dipres dimasukan dalam oven selama 3-5
hari dengan suhu 60 0C. Melakukan pengamatan untuk mengencangkan
ikatan sabuk sasak setiap 12 jam hingga sampel kering.
4. Pembuatan Herbarium Basah
Memisahkan tanaman yang akan dibuat herbarium basah seperti
bunga dan buah. Selanjutnya bagian itu dibersihkan dan selanjutnya
dimasukan dalam toples yang berisi campuran alcohol 70% dan gliserin
40% dengan komposisi 97 % alkohol dan 3% gliserin.
5. Pembuatan preparat serbuk sari
Pembuatan preparat serbuk sari dikerjakan dengan menggunakan
metode Klorinasi Menurut (Erdtman,(1952) dan Erdtman (1954).
a. Sampel kepala sari (anther) tiap spesies tumbuhan dimasukkan dalam
tabung vial berlabel yang telah diisi 5 ml asam asetat glasial, bila ada
lebih dari satu bunga diusahakan. Fiksasi selama 24 jam, selanjutnya
diproses di laboratorium.
b. Memindahkan larutan ke dalam sentrifuge ditambahkan 2 tetes
sodium klorat dan 2 tetes asam hidroklorat dan disentrifus selama 5
menit.
d. Mengganti cairan dengan aquades dan disentrifus selama 5 menit.
f. Menambahkan pewarnaan safranin 1% dan gliserin jeli pada tabung
sentrifus masing-masing sebanyak 2 tetes, kemudian aduk dengan
batang pengaduk.
g. Membuat sediaan serbuk sari masing-masing sebanyak 3 sebagai
ulangan.
h. Mengambil serbuk sari menggunakan batang pengaduk, kemudian
diletakkan pada kaca objek dan ditutup dengan kaca penutup yang
telah diberi paraffin pada sisi-sisinya selanjutnya di alir panaskan
hingga paraffin meleleh dan lengket.
6. Pengamatan serbuk sari
a. Mengambil satu per satu preparat serbuk sari masing-masing tanaman
yang telah dipreparasi dan meletakkannya pada mikroskop cahaya.
b. Mengamati serbuk sari dengan pembesaran yang paling kecil 40x,
100x, 400x
c. Untuk pengamatan sifat ornamentasi, aperture preparat ditetesi
minyak imersi pada pada kaca penutup selanjutnya diamati pada
pembesaran 1000 x dan ulangannya.
d. Mencatat hasil pengamatan dan menyajikannya dalam betuk tabel.
e. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan sifat dan ciri morfologi
dan serbuk sari akan dianalisis dan dideskripsikan dengan memberikan
gambaran ciri dari setiap kelompok koleksi tumbuhan. Selanjutnya
dilakukanl identifikasi dengan berpedoman pada literature yang relevan
dan dapat dilanjutkan dengan konsultasi pada ahli taksonomi dari LIPI.
I. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan yang direncanakan pada penelitian ini sebagai berikut:
Tabel I. Jadwal Pelaksanaan kegiatan program kreativitas mahasiswa
penelitian
No Jenis Kegiatan
Minggu
1 2 3 4
1
Pengurusan izin masuk ke lokasi
penelitian
2 Koleksi tanaman di lokasi penelitian
3 Pembuatan herbarium
4 Pencirian specimen herbarium
5 Pengamatan specimen herbarium
6 Pembuatan preparat serbuk sari
7 Pengamatan serbuk sari
8 Analisis data dan pembuatan laporan
penelitian
J. Rancangan Biaya
Perkiraan biaya penelitian selama 4 (empat) bulan kerja adalah sebagai
berikut.
1. Bahan Habis Pakai
Nama Spesifikasi Kegunaan
Harga
(Rp)
Alkohol 70%
dan 96 %
20 L
Untuk bahan pengawet.
700.00,-
Minyak
imersi
20 ml
Untuk memfokuskan cahaya pada
pengamatan dengan pembesaran tinggi
(1000X)
400.000,-
Safranin 1% 20 ml Untuk bahan pewarna serbuk sari 100.000,-
Gliserin jeli
40%
25 ml
Sebagai media pengamatan bahan serbuk
sari dan untuk bahan medium herbarium
basah.
500.000,-
Asam nitrat
30 ml Untuk melunakan daun yang akan di sayat
atau dikerik.
200.000,-
Asam asetat
glasial
30 ml
Untuk memfiksasi serbuk sari.
200.000,-
NaoCl 30 ml Untuk menjernihkan serbuk sari. 200.000,-
Aquades
20 L
Untuk membilas serbuk sari
200.000,-
NaOCL 200 ml Untuk melarutkan serbuk sari. 100.000,-
Sub Total
2.600.000,
-
2. Jasa Alat/Sewa Alat
Uraian Harga (Rp)
Jasa alat/pemeliharaan alat, mikroskop, GPS, Sentrifus,
Oven, Lup, Mikrometer, Kamera digital, Counter,
3.000.000,-
Sub Total 3.000.000,-
3. Biaya Akomodasi dan Perjalanan
Uraian Harga (Rp)
Transport Lokal
-Kendari-Bau-Bau (Buton) P-P @ Rp. 200.000,-
-Bau-Bau-Lambusango P-P
1.200.000,-
600.000,-
Gaji guide (penunjuk jalan)@5Rp.50.000x14 700.000,-
Konsumsi selama di lapangan 1.700.000,-
Sub Total 3.200.000,-
4. Biaya Pengeluaran Lain-lain
Jenis Kegiatan Harga (Rp)
Pembuatan proposal, laporan, penggandaan, dan
penjilidan
400.000,-
Biaya administrasi laboratorium 300.000,-
Biaya penelusuran pustaka dan surat menyurat 250.000,-
Biaya dokumentasi 250.000,-
Sub Total 1.200.000,-
5. Rekapitulasi
Jenis Pengeluaran Jumlah (Rp)
1. Bahan Habis pakai 2.600.000,-
2. Jasa/Sewa Alat 3.000.000,-
3. Biaya Perjalanan 3.200.000,-
4. Biaya Pengeluaran Lain-lain 1.200.000,-
Total 10.000.000,-
K. DAFTAR PUSTAKA
Aprianty, N. D dan Kriswiyanti, E., 2008, Studi variasi Serbuk Sari Kembang
Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) Dengan Warna Bunga Berbeda, Jurnal
Biologi. XII(I): 14-18).
Bajaj, Y. P. S., 1997, Biotechnology in Agriculture and Foresty 40, Spriner-
Verlag, Berlin Heidelberg.
Bhojowani, S. S dan S. P. Bhatnagar., 1978, The Embryologi of Angiosperm,
Third Revised Edition, Vikas House, PVT. LTD.
BKSDA, 2006, Rencana Pengelolaan 25 Tahun Suaka Margasatwa Lambusango,
Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi
Tenggara, Kendari.
Clayton, W. D; Dassanayake, M. D.,2000, Flora of Ceylon, National Herbarium,
Departement of Agriculture, Srilanka.
Erdtman, G., 1952, Pollen Morphology and Plant Taxonomy, Chronica Botanical
Company, Waltham Mass U.S.A.
., 1954, Pollen Analysis,The Chronica Botanical Company, Waltham
Mass U.S.A.
Faegri, K. Inversen, J., 1975. Pollen Analysis. Alden Press. London.
Fauzi. S., 2009. Potensi Kapang Endofit. http://fauzisofyan. Blogspot.com. 13 juli
2010
Kubutzki, K., 1998, Flowering Plants Monocotyledons, Springer- Verlag, Berlin
Heidelberg
Lentera., 2002. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah Si Rimpang Ajaib. AgroMedia
Pustaka. Jakarta.
LIPI., 2006, Laporan Perjalanan Keanekaragaman dan Pengungkapan potensi
Biota di Pulau Wawonii Sulawesi Tenggara, Pulsit Biologi-LIPI, Bogor.
Nurcahyani, E., 1998, Taksonomi Alpinia roxb (Zingiberaceae) Ditinjau Dari
Bukti Morfologi Serbuk Sari, Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Poulsen, A. D., 2006. Gingers of Sarawak.Natural History Publications (Borneo).
Kinabalu..
Simpson, M. G.,2006, Plant Systematics, Dana Dreibelbis, Canada.
Tjitrosoepomo, G., 2004. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
Woston, L; Dallwitz, MJ., 1998, Keluarga Tanamana Berbunga
,file:///D:/Proposal%20Penelitian/panduan/Costaceae.htm(5 Mei 2010).
Zeiger, E; Faquhar, G. D; Lowan, I. R., 1987, Stomatal Function, Stanford
University Press, California.
L. LAMPIRAN
1). NAMA DAN BIODATA KETUA SERTA ANGGOTA
1. Ketua Peneliti
Nama Lengkap : Gufrin
Tempat & Tgl Lahir : Ronta, 18 juli 1986
NIM : F1D1 07 015
Fakultas/Prog. Studi : MIPA / Biologi
Perguruan Tinggi : Universitas Haluoleo
Alamat Rumah : Jl. Bunga Matahari No. 35V Kemaraya
HP : +085756525567
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Email : gufrinamlin@gmail.com
Riwayat Pendidikan
Tabel 7. Daftar Riwayat Hidup
Macam Pendidikan Tempat Tahun
SD Negeri 1Lipu Buton Utara 1995 – 2001
SLTP Negeri 1 Kendari Kendari 2001– 2004
SMA Negreri 1 Kulisusu Buton Utara 2004 – 2007
2. Anggota Peneliti I
Nama Lengkap : Pande Wyda Arysti
Tempat & Tgl Lahir : Kendari, 10 Januari 1991
NIM : F1D1 08 051
Fakultas/Prog. Studi : MIPA / Biologi
Perguruan Tinggi : Universitas Haluoleo
Alamat Rumah : Haeba Dalam No. 19 A
HP : 085241700114
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Email : wyda_arysti@yahoo.com
Riwayat Pendidikan
Tabel 8. Daftar Riwayat Hidup
Macam Pendidikan Tempat Tahun
SD Negeri 4 Baruga Kendari 1996– 2002
SLTP Negeri 4 Kendari Kendari 2002– 2005
SMA Negeri 4 Kendari Kendari 2005– 2008
3. Anggota Peneliti II
Nama Lengkap : Ekawati
Tempat & Tgl Lahir : Analahumbuti,27 September 1990
NIM : F1D1 08 046
Fakultas/Prog. Studi : MIPA / Biologi
Perguruan Tinggi : Universitas Haluoleo
Alamat Rumah : Wua-wua (PGSD)
HP : 081245552289
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Email : ekasmiley@yahoo.co.id
Riwayat Pendidikan
Tabel 8. Daftar Riwayat Hidup
Macam Pendidikan Tempat Tahun
SD Negeri 1Analahumbuti Konawe 1996– 2002
SLTP Negeri 3 Anggotoa Konawe 2002– 2005
SMA Negeri 1 Wawotobi Konawe 2005– 2008
2). NAMA DAN BIODATA DOSEN PEMBIMBING
IDENTITAS DIRI
Nama : Dra. Indrawati, M.Si
NIP/NIK : 19670511 199303 2 001
Tempat dan Tanggal Lahir : Pomalaa, 11 Mei 1967
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Golongan / Pangkat : IV/a/Pembina
Jabatan Fungsional Akademik : Lektor Kepala
Perguruan Tinggi : Universitas Haluoleo
Alamat : Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari
Telp./Faks. : 0401-3191929/0401-3190496
Alamat Rumah : Jl. Cempedak No.1A Poasia Kendari
Telp./Faks. : 0401-3194577
Alamat e-mail : indrawatiansar@yahoo.com
RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI
Tahun
Lulus
Jenjang Perguruan Tinggi
Jurusan/
Bidang Studi
1991 S1 Universitas Hasanuddin (UNHAS) Biologi
2001 S2 Universitas Gadjah Mada (UGM) Biologi/Taksonomi
Tumbuhan
PELATIHAN PROFESIONAL
Tahun Pelatihan Penyelenggara
1994 Pekerti/AA Unhalu
1994 Kursus Bahasa Inggris (Belt) CIDA
1995 Pelatihan Plant Anatomy and Morphogenesis CIDA
2004 Training Metode Penelitian kualitatif &
Kuantitatif pendekatan Program SPSS versi 11
UNHAS
2005 Pelatihan Kultur Jaringan Tumbuhan Unhas
2006 Pelatihan Pengelolaan Laboratorium Biologi
(Management of Biology Laboratory)
SITH-ITB Bandung
2007 Pelatihan Teknik Budidaya Jamur Merang
(Volvariella volvaceae dan Strategi
Pemasarannya bagi Mahasiwa dan Alumni
Jurusan Biologi Sebagai Upaya Penciptaan
Peluang Usaha
IDB-FMIPA Biologi
2009 TOT Pengembangan Program Jaringan Kerja
Perguruan Tinggi di Bandung
Direktorat
Pembinaan
Menengah Atas
2010 Workshop For Coorperation Research Activity
on Endangered Species For Conservation in
Sulawesi Tenggara
Dephut Dirjen
PHKA Direktorat
Konservasi
Keanekaragaman
Hayati – JICA
2010 Semiloka Pengembangan Jejaring Kerjasama
Pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam (KPA)
dan Kawasan Suaka Alam (KSA) Secara Lestari
Pada Era Otonomi Daerah
Kementerian
Kehutanan Dirjen
Pelestarian Hutan
dan Konservasi
Alam
2010 Semiloka Degradasi Lingkungan dan Pemanasan
Global
PPLH-KESDM
Unhalu
PENGALAMAN PENELITIAN
Tahun Judul Penelitian Jabatan Sumber Dana
2001 Morfologi Serbuk Sari
Trichosanthes L. (Cucurbitaceae)
di Jawa dan Tinjauan
Taksonominya
Ketua Eastern
Indonesia
Universitas
Development
Prokect (EIUDP)
2004 Uji Klon Jati Muna (Tetona
grandis) di Kebun Pangkas
melalui strategi CSO di Kebun
Pangkas Dinas Kehutanan Sultra
DISHUT APBD Dishut
Sultra
2005 Inventarisasi Tumbuhan Paku
Divisi Pteridophyta di Kota
Kendari Sulawesi Tenggara
Ketua Mandiri
2006 Taksonomi Tumbuhan Vascular
Criptogamae Yang Berasal Dari
Wawonii dan Kota Kendari
ditinjau berdasarkan Pendekatan
Morfologi dan Palinologi
Ketua Mandiri
2007 Inventarisasi Anggrek
(Orchidaceae) di Taman Nasional
Rawa Aopa Watumohai Sulawesi
Tenggara
Ketua Kerjasama
TNRAW Sultra
2008 Keanekaragaman Tumbuhan Air
Pada Perairan Sungai di
Kabupaten Kolaka Sultra
Ketua APBD Sultra

Senin, 22 Februari 2010

biologi

Pertemuan I
    Pengertian sistematik adalah sebagai ilmu yang secara ilmia mempelajari tentang macam-macam dan keanekaragaman organism serta hubungan kekerabatan di antara organism tersebut. Sedangkan tugas dan tujuan dari sistematik tumbuhan adalah sebagai berikut:
1.    Pengenalan
2.    Pertelaan
3.    Penggolongan
4.    Pengkajian hubungan kekerabatan serta keanekaragaman
Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari identifikasi, tatanama, dan klasifikasi suatu objek dan biasanya terbatas pada kajian objek biologik. Serta aturan-aturan, teori, dan asas-asas serta prosedurnya.
Gambaran hubungan ilmu taksonomi dengan ilmu botani lainnya: Seorang ahli taksonomi harus mempunyai pengetahuan tentang morfologi, embriologi, anatomi, sitogenetik dan ilmu sejenis lainnya. Kemajuan taksonomi tergantung pada kemajuan cabang-cabang botani lainnya, misalnya sitologi, genetika, anatomi, ekologi, morfologi, palinologi, palaentologi, fitogeografi, fitokimia dan cabang-cabang botani lain sangat berguna bagi botani sistematika. Akan tetapi ilmu-ilmu botani pun tidak akan berjalan pesat secara efisien tanpa bantuan botani sistematika. Percobaan-percobaan yang dilakukan dalam cabang-cabang botani yang banyak tersebut tidak mungkin dapat diulangi dan kebenaran kesimpulannya dikukuhkan kalau identitas objeknya meragukan. Kekurangcermatan dalam penamaan objek percobaan akan menyebabkan nilai suatu penelitian merosot atau bahkan tidak ada harganya sama sekali.
Identifikasi adalah  penunjukan, penentuan atau pemastian nama yang benar dan penempatannya di dalam sistem klasifikasi, sedangkan klasifikasi adalah penyusunan tumbuhan secara teratur kedalam sistem hirarki. Nomenclatur/tatanama adalah penerapan teknik penamaan sesuai dengan peraturan-peraturan yang tertera di dalam kode internasionan tatanama tumbuhan.
Objek utama botani systematika bukanlah menemukan nama tumbuhan, tetapi menentukan hubungan dan kedekatan satu organisme tumbuhan dengan yang lainnya, sehingga dapat dikenali sepenuhnya kemiripan dan perbedaanya, karakter umum yang dimiliki bersama dan karekter spesifik yang dimiliki hanya oleh kelompoknya, serta apakah kepemilikan itu tetap,  baik bentuk luar maupun struktur dalamnya dan apakah dapat dipakai dalam prakteknya.  Hasil analisis dan sintesis karakter inilah yang nantinya dipakai untuk menata organisme tumbuhan tersebut kedalam susunan hirarkhi; ordo, famili, dan sebagainya, dengan kata lain systematis.   Penataan  ini, dimaksudkan agar alam hayati tersusun  rapi dan harmony, sehingga mudah dipahami dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh karena  itu, laiknya seorang penata  maka yang paling dipentingkan bukanlah ragamnya tapi batas-batas keserupaannya.  Disini Van Stenis mencoba menjelaskan dokrin dan prinsip-prinsip utama guna pembatasan jenis dan  taxon dibawahnya.
Pembatasan spesies ditujukan untuk menyediakan satuan kerangka kerja taksonomis yang sangat penting guna memahami keanekaragaman hayati.  Ada tiga elemen penting yang menjadi pijakan dalam membuat keputusan pembatasan spesies yakni;
1.      Adanya kepaduan (kohesi) reproduksi yang menyediakan suatu dasar konseptual yang mencakup jantan dan betina dari populasi dan jenis yang sama.
2.      Harus mempunyai nilai dignosis sehingga populasi-populasi atau grup dapat dibedakan satu sama lain.
3.      Harus mempunyai beberapa kriteria untuk merangking populasi ini pada tingkat jenis.
            Pembuatan batasan taxon yang jelas, menjadi sangat penting ketika kita berhadapan dengan flora yang memiliki keanekaragaman  tinggi dan variasi yang besar, tidak saja pada jumlah jenisnya tapi juga keadaan alam  dan iklim yang ikut serta mempengaruhi munculnya  variasi karakter tumbuhan itu, seperti halnya di daerah tropik.  Faktor miskinnya material tumbuhan yang diperiksa dan luasnya wilayah persebaran tumbuhan, juga  berakibat tidak semua variasi dapat direkam dari sampel yang ada, sehingga banyak spesies yang dihasilkan yang di kemudian hari harus direduksi kembali. Sebaliknya, tanpa berlatar belakang pengetahuan flora daerah tropis tidak mungkin diperoleh pengetahuan kritis yang memadai bagi pembatasan taxon, area distribusinya, variabilitasnya dan konsekwensi nama dan sinonimnya.
            Faktor lain yang juga ikut terlibat adalah, faktor subjektivitas pribadi dalam pemilihan karakter yang dianggap penting.  Di sini unsur apresiasi seseorang terhadap karakter juga ikut mempengaruhi hasil kerja taksonomi.  Jika pembatasan spesies diserahkan penentuannya pada apresiasi seseorang, laiknya karya seni maka hasil yang didapatkan  akan sangat beragam sesuai selera senimannya. Untuk menekan maraknya elemen individu ini, diantisipasi dengan pemakaian seluruh sumber informasi karakter yang ada baik morphologi, anatomi, sitologi, molekular bahkan penanaman melalui penngecambahan bijinya. Seperti pada kasus Campanula rotindifolia, dari spesimen yang diperiksa karakter bunga memiliki lima segmen kelopak yang berlepasan, sehingga harus dikeluarkan dari famili Campanulceae (campanula=bentuk lonceng) bahkan dari Sympetalae sekalipun, namun ketika dicoba menanam dari bijinya, maka karakter kelopak bersatu yang merupakan karakter diagnosis famili ini muncul kembali. Fakta ini dapat diterangkan dengan mempertimbangkan keikutsertaan faktor penyusun ulang phisiologi yang menyebabkan terjadinya radikal. Faktor ini dapat menghalangi munculnya karakter konstan pada tingkat famili dan ordo.  Kasus ini hanya muncul  sebagai unsur salah cetak dalam penampakannya dan jelas independen dengan yang lainnya.  Atau mungkin saja basis genetik dari radikal ini mewakili apa yang terdapat dalam genom, tapi selama proses  ontogenesis beberapa faktor phisiologi dominan ikut terlibat sehingga penampakannya menjadi normal 
    Keberagaman faktor ekologi, geografi, tingkah-laku silang dan hybridisasi akan mengahasilkan penampakan yang bervariasi dan mengikuti suatu pola yang dikenal dengan pola variasi. Esensinya, tiap spesies lineus adalah populasi yang abadi dalam pengertian genetik . Dalam hal ini satu individu dapat bercampur dengan populasi spesiesnya, baik yang memiliki perbedaan yang lebih besar atau lebih kecil.  Pencampuran ini menyebabkan munculnya variasi dan polymorphis, yang akan meningkat secara proporsional dengan penambahan ukuran area persebaran. Karakter yang terdifinisi secara genetik tidak dengan sendirinya terwujud secara tepat pada individu yang berbeda, penampakan ini juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan selama proses perkembangan ontogenetik, sehingga spesimen yang mempunyai genetik yang sama bisa jadi mempunyai penampakan berbeda, bahkan tidak saja terjadi pada spesimen yang berbeda, juga pada bagian yang berbeda dalam individu yang sama.  Daun dari spesimen juvenil bisa berbeda dengan individu yang sudah dewasa, daun yang berkembang dibawah naungan bisa berbeda dengan yang yang berkembang pada lingkungan yang terbuka. Perbedaan penampakan pada kelompok tumbuhan yang memiliki genotyp yang sama ini dikenal juga dengan variasi phenotyp atau variabilitas, sedangkan perbedaan penampakan pada level dominansi yang disebabkab oleh komposisi genetik yang berbeda dikenal juga dengan variasi genotyp. Barhadapan dengan pola variasi sedemikian, tentu akan rumit menentukan batasan spesies hanya berdasarkan karakter morfologi. 
           Kecenderungan memakai  karakter morphologi dalam pengerjaan suatu flora, disebabkan oleh pendekatan morfologi memberikan  jalan tercepat dalam memperagakan kenekaragaman dunia tumbuhan dan dapat dipakai sebagai sistim pengacuan umum yang dapat menampung pernyataan data-data dari bidang lainnya. Selain itu, data morphologi dapat dilihat dengan mudah dan cepat dibanding data dari sumber lainnya. Perlu disadari bahwa klasifikasi berdasarkan sifat morfologi semata-mata bukan merupakan cara yang paling ideal. Khususya ketika kita menjumpai keadaan dimana variasi karakter sangat besar seperti yang terdapat di tropik. Untuk itu perlu dicarikan jalan keluarnya dengan mengunakan metode-metode yang lebih sensitif, sehingga variabilitas yang ada, dapat direkam dengan baik dan menyeluruh dan  sintesa yng dihasilkannya pun akan lebih berguna. Banyak spesies yang memiliki batasan yang tidak bernilai secara taksonomy karena terjadinya bias phenotyp terutama struktur vegetatifnya, sehingga pemakaian karakter ini sebaiknya hanya penunjang karakter generatif saja.
          Van Stenis dalam tulisannya mencoba mengambarkan sumber kerancuan dalam pembatasan spesies dan infraspesies, bila pengamatan hanya terpaku pada penampakan material kering herbarium. Dia mencoba menjelaskan fenomena yang sesunguhnya terjadi di alam yang membutuhkan pendekatan yang lebih baik agar semua variasi yang ada ikut terlibat menentukan batasan taxon. Paparan Van Stenis tentang pola variasi menyediakan tempat bagi pendekatan lain seperti; taksonomi ekperimental, anatomi, sitologi, molekular untuk ikut berperan dalam menyusun batasan yang lebih komprehensif dan teruji.   Ada beberapa pertimbangan dalam memilih  karakter apa yang sebaiknya digunakan dalam pembuatan batasan taxon yaitu; Adakah karakter yang dipakai mempunyai basis genetika yang independen, adakah data yang diperoleh dapat dianlisa dan dibandingkan, serta  dengan kombinasinya  hypotesa phylogeni dapat diturunkan.
         Secara spesifik,  ada lima keadaan dimana data morphologi saja tidak memadai dipakai sebagai dasar pembatasan spesies yakni;
1.      Ketika dua spesies sympatrik  atau parapatrik, tapi sangat mirip secara morphologi, sehingga status spesiesnya sulit diditeksi.
2.      Dua populasi allopatrik (terpisah secara goegrafi) mungkin secara morphologi berbeda, tapi status biologinya masih dipertanyakan.
3.      Dua populasi parapatrik, yang mungkin secara morphologi berbeda tapi memperlihatkan variasi klinal atau hybridisasi yang luas.
4.      Dua bentuk yang secara morphologi berbeda bisa mewakili satu polimorfis dalam satu populasi yang saling interbriding.
5.      Satu spesies asexual komplek yang mungkin secara morphologi mempunyai bentuk yang sama, muncul secara independen dari spesies sexual.
          Suatu alternatif yang dapat  menjawab permasalahan ini, adalah penggunaan penanda (marker) genetika   molekuler yang memiliki beberapa keunggulan diantaranya; tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan stadia pertumbuhan organisme, sehingga lebih efisien serta dapat dipakai untuk menentukan kekerabatan secara evolusi karena parameter yang digunakan terdapat pada semua organisme hidup,  fungsinya identik, dapat dibandingkan secara objektif serta berubah sesuai dengan jarak evolousinya sehingga dapat digunakan sebagai kronometer evolusi yang andal. Adapun aplikasi sistematika molekuler  meliputi; studi struktur populasi menggunakan populasi biologi, variasi geografi dan system perkawinan, identifikasi spesies yang berbatasan dan perkiraan phylogeni. Kesemuanya membutuhkan perbedan pendekatan dalam tiap fase studi, perencanaan, ukuran sampel, strategi sampling, metode koleksi data dan analis data. Sedangkan cakupannya meliputi variasi infraspesies yang termasuk genetika populasi dan keragaman antar spesies yang masuk wilayah phylogenetik. 
           Beberapa teknik melokular yang umum digunakan adalah RFLP (Restriction Fragmen Lengh Polymorphism), RAPD (Rando Amplied Polimorpism DNA), AFLP (Amplified  Fragmen Length Polymorfism) dan SSR (Simple Sequences Reped). Masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan, oleh karena itu, pemilihan  teknik analisis molukular disesuaikan dengan tujuannya. Oleh karena sumber data yang dipakai berdsarkan penanda (marka) molekul maka kita lebih cendrung mengenal nama bidang ilmu ini dengan sistematika molekular.
             Sistematika molekular memakai penanda genetik untuk membuat kesimpulan tentang proses evolusi dan philogeni dengan merumuskan suatu substansi data base komparatif untuk gen spesifik atau protein. Studi evolusi molekular memakai data ini untuk mengevaluasi rata-rata, proses batasan dalam perubahan molekular sepanjang waktu, selanjutnya data ini dapat pula dipakai untuk memperkirakan struktur genetika populasi dan menganalisis pohon phylogeninya.
             Ada dua type dasar informasi molekular ini yakni; data jarak, dimana perbedan antar molekul diukur sebagai variabel tunggal dan data karakter, dimana perbedaan diukur sebagai sebuah rangkaian variabel diskret yang masing-masingnya multipel state. Data karakter dapat dikonversikan menjadi jarak, tapi data jarak biasanya tidak dapat dikonfersikan ke dalam data karakter. Type data kedua ini  biasanya dapat dipakai untuk data koleksi dan analisis, mudah untuk menambahkan informasi bagi taxa baru dan dapat diperoleh  dari sumber yang berbeda serta dikombinasikan untuk analisis
              Prinsip kerjanya berlandaskan pada pemikiran bahwa perbedaan spesies  memberikan perbedaan alel yang mantap pada beberapa lokus yang di payar (screen) pada protein elektroforesis, sehingga umumnya spesies  outcros, adanya spesies cryptik, dan sympatrik dapat diuji dengan mencari variasi lokus yang  kurang heterozigot.  Sementara status morfophit sympatrik dapat dievaluasi dengan uji untuk perbandingan signifikan dalam genotyp atau frekwensi alel.  Untuk popupalsi allopatrik dan populasi asexual, tujuannya adalah untuk memperkirakan  seberapa luas penyebaran genetik antar populasi yang diuji  dalam hubungannya dengan variasi geografi spesies.  Dalam hal ini memaksimalkan jumlah lokus adalah lebih penting dari pada memaksimalkan jumlah individu yang diuji.
Dalam mempelajari sistematik dan taksonomi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, karena pada dasarnya kedua cabang ilmu tersebut memiliki perbedaan dan persamaan yang sangat erat dalam objek kajiannya. Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari klasifikasi, tatanama dan identifikasi termasuk aturan, teori, asas-asas dan prosedur dalam pelaksanaannya. Sedangkan sistematik selain mengkaji tentang klasifikasi, tatanama dan identifikasi, juga mengkaji hubungan kekerabatan diantara tumbuhan yang akan menjadi objek kajiannya. Dengan mengetahui kajian dasar dari kedua cabang ilmu tersebut maka dapat diketahui juga beberapa bagian dari tumbuhan yang harus disediakan dalam melaksanakan aplikasi dari kedua ilmu tersebu misalnya: pengambilan sampel tanaman yang hidup bebas di alam liar kemudian diawetkan guna mempertahankan struktur dasarnya dalam bentuk spesimen, baik basah maupun kering dalam laboratorium. Namun pada dasarnya sebelum tanaman yang akan dijadikan bahan kajian taksonomi dan sistematik diawetkan biasanya terlebih dahulu diamati bagian dari ciri-ciri umum yang mudah teramati dari sifat dan ciri yang jelas terlihat, terutama sifat dan ciri yang mudah berubah. Sifat-sifat yang demikian antara lain adalah warna daun dan warna bunga.
Tata cara yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan bahan dalam studi sistematik dan taksonomi antara lain:
1. Menentukan bagian tumbuhan yang akan dijadikan sampel
2. Menentukan bagian tumbuhan yang perlu diperhatikan dan tidak perlu disampel, namun penting dalam kajian taksonomi dan sistematik.
3. Menentukan besarnya bagian yang sampel, jumlah sampel dan jumlah  populasi sampel.
    Ada beberapa hal yang perlu diperhatiakn dalam mengambil sampel koleksi tumbuhan dari lapangan, beberapa hal tersebut sebagai berikut:
1. Menentukan bagian yang mana dari tumbuhan yang memungkinkan untuk dijadikan koleksi dan diusahakan bagian tersebut dapat mewakili sifat dan ciri dari tumbuhan yang akan dikoleksi, untuk bagian dari tumbuhan yang sama dan terpisa dalam pengambilan sampel harus diberi kode yang sama agar tidak bercampur dengan bagian tumbuhan yang lain pada saat pengolahan spesimen.
2. Setelah bagian yang dikoleksi diambil, diusahakan untuk tidak terkena dengan sinar matahari dan tiupan angin agar bahan koleksi tetap awet .
3. Masukan dalam plastik dan karung untuk menjaga kelembapan dari bahan koleksi sebelum diawetkan dengan alkohol 70% sebelum masuk dalam pengerjaan selanjutnya.
    Dalam pembuatan spesimen tumbuhan dikenal dua macam istilah yaitu herbarium basah dan herbarium kering. Kedua jenis spesimen ini memiliki keistimewaan masing-masing. Herbarium kering pada dasarnya untuk bagian tumbuhan yang secara menyeluruh mulai dari akar, batang, daun, bunga, buah dan biji, sedangkan spesimen basah biasanya untuk spesimen yang berupa buah dan bunga yang bertujuan untuk memperlihatkan morfologi asli dari tumbuhan yang akan diawetkan, seperti warna dan permukan dari bagian yang diawetkan.
Herbarium merupakan tempat penyimpanan contoh koleksi spesimen tanaman/tumbuhan yang telah diawetkan dengan cara-cara khusus. Secara umum ada dua jenis herbarium, yaitu herbarium kering dan herbarium basah. Herbarium yang baik selalu disertai identitas pengumpul (nama pengumpul atau kolektor dan nomor koleksi) serta dilengkapi keterangan lokasi asal material dan keterangan tumbuhan tersebut dari lapangan.


Kegunaan herbarium :
Material herbarium sangat penting artinya sebagai kelengkapan koleksi untuk kepentingan penelitian dan identifikasi, hal ini dimungkinkan karena pendokumentasian tanaman dengan cara diawetkan dapat bertahan lebih lama, kegunaan herbarium lainnya yaitu sebagai berikut :
1. material peraga pelajaran botani
2. Material penelitian
3. alat pembantu identifikasi tanaman
4. material pertukaran antar herbarium di seluruh dunia
5. bukti keanekaragaman
6. spesimen acuan untuk publikasi spesies baru Istilah herbarium lebih dikenal untuk pengawetan tumbuhan. Herbarium adalah material tumbuhan yang telah diawetkan (disebut juga spesimen herbarium). Herbarium juga bisa berarti tempat dimana material-material tumbuhan yang telah diawetkan disimpan. Misalnya Herbarium Bandungense adalah herbarium kepunyaan Departemen Biologi FMIPA ITB di Bandung, sedangkan Herbarium Bogoriense adalah herbariumm kepunyaan Balitbang Botani, Puslitbang Biologi Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Bogor.
    Penyimpanan koleksi dalam lemari koleksi memiliki aturan yang sangat banyak, namun secara ringkas dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Penyimpanan koleksi diurutkan berdasarkan abjat dari sluruh famili tanaman yang dikoleksi, kemudian urutan abjat genus, hingga spesis.
2. Untuk abjad yang sama juga diurutkan berdasarkan urutan abjad dari asal kawasan koleksi diperoleh.
3. Untuk spesis yang sama juga diurutkan berdasarkan abjat dari nama kolektor.
    Pemeliharaan herbarium dilakukan dengan penempelan dalam sampul spesies untuk menjaga agar koleksi tidak mudah patah, kemudian sampul spesies diselipkan dalam sampul marga kurang lebih lima sampul spesis dalam setiap sampul marga. Dari sekian banyak sampul marga kemudian diletakan dalam kotak yang kemudian kotak tersebut disimpan dalam lemari koleksi. rungan lemari koleksi yang ideal adalah suhu 18o dengan pengtur kelembaban untuk mencega pertumbuhan hama pengrusak. Dengan pengelolaan yang demikian maka diharpkan spesimen yang telah dibuat baik dalam bentuk basa dan kering akan awet. Dalam perawatan secara berkalah juga diadakan penggantian sampul spesis dan dan marga untuk yang sudah lama. Dan membedakan ruang koleksi umum dengan koleksi khusus yang menjadi spesimen asli.
    Pemanfaatan herbarium secara internasional pada umunya selain dijadikan sebagai laboratorium keanekaragaman flora, herbarium juga dapat dijadikan sebagai bukti keberadaan semua jenis tumbuhan yang ada di alam. Dalam studi sistematik dan taxonomi herbarium juga dimanfaatkan  menjadi rujukan bagi seluruh ilmuwan dunia dalam bidang penanaman jenis tumbuhan. Karena pada herbarium juga tersedia holotipe yang menjadi acuan utama.
Flora adalah keseluruhan dari dunia tumbuhan mulai dari tumbuhan tingkat tinggi sampai tumbuhan tingkat rendah yang memenuhi syarat sebagai tumbuhan yaitu mampuh memproduksi makanan sendiri. Termasuk bakteri yang memiliki kemampuan sebagai organism autotrof. Dalam perkembangnan ilmu pengetahua dan teknologi flora biasa juga didefinisikan sebagai kehidupan tanaman era bersejarah seperti dalam fosil flora
Arti pertamaflora adalah suatu wilayah atau periode waktu, mengacu pada semua kehidupan tanaman yang terjadi di suatu daerah atau periode waktu, khususnya yang terjadi secara alami atau tanaman pribumi hidup. Makna kedua mengacu pada buku atau pekerjaan lain yang menggambarkan tanaman spesies yang terjadi di suatu daerah atau periode waktu, dengan tujuan untuk memungkinkan identifikasi
Monografi adalah intisari dari seluruh dunia yang telah diketahui tentang dasar-dasar sistematik yang telah diberikan oleh kelompok-kelompok taxon tumbuhan tertentu.
Revisi dalam arti sistematik dan taxonomi tumbuhan berarti sebagai pengkajian kembali nama yang benar tentang klasifikasi, determinasi sesuai dengan KITT yang benar sehingga tepat peletakan tumbuhan yang direvisi tersebut dalam taksa pada dalam suatu takson. Revisi layak menunjukkan bahwa suatu revisi merupakan revisi yang telah memenuhi syarat-syarat sebagai revisi terperiksa dan lebih luas lagi, substansi di dalamnya relatif tidak memiliki kesalahan pernyataan yang material serta seluruh konten di dalamnya dapat dipastikan kepada sumber terpercaya
Fungsi herbariumaadalah sebagai laboratorium keanekaragaman flora, herbarium juga dapat dijadikan sebagai bukti keberadaan semua jenis tumbuhan yang ada di alam. Dalam studi sistematik dan taxonomi herbarium juga dimanfaatkan  menjadi rujukan bagi seluruh ilmuwan dunia dalam bidang penanaman jenis tumbuhan. Karena pada herbarium juga tersedia holotipe yang menjadi acuan utama. Herbarium merupakan koleksi tumbuhan atau bahagian tumbuhan yang diawetkan, Spesimen ini digunakan sebagai bahan rujukan untuk mentakrifkan taxon tumbuhan; ia mempunyai holotype untuk tumbuhan tersebut. Herbarium juga sebagai bukti keanekaragaman hayati, bukti keberadaan spesis baru. Untuk menambah nilai ekonomi tanaman dalam potensi ekonominya
Dalam koleksi tumbuhan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar koleksi yang dibuat sebagai spesimen herbarium itu memenuhi syarat untuk diakui dalam dunia iternasional. Salah-satu syaratnya adalah pemenuhan beberapa tipe yang disediakan dalam bank koleksi. Dalam publikasi herbarium itu ada yang dikenal sebagai spesimen tipe.
1. Isotipe
2. Leptotipe
3. Sintipe
4. Paratipe
5. Neotipe
    Isotope adalah specimen herbarium utama yang digunakan oleh para kolektor untuk melakukan deskripsi dan pengklasifikasian suatu tanaman kedalam taxa untuk menentukan peletakannya kedalam tingkatan taxon. Leptotipe, sintipe, paratipe adalah specimen yang disediakan oleh para kolektor dalam sebuah herbarium sebagai cadangan apabilah specimen isotope hilang. Atau terbakar. Neotipe adalah specimen baru yang dibuat oleh para kolektor yang kemungkinan memilki cirri yang sama dengan specimen isotope, bila semua spesimen isotipe, Leptotipe, sintipe, paratipe hilang dan tidak ditemukan lagi.
    Pada zaman dahulu herbarium hanya merupakan spesimen dari tumbuhan yang dikoleksi kering kemudian ditempel pada medium kertas yang kemudian diberi atribut Luca Ghini, yaitu pada tahun 1490-1556. Ghini adalah kolektor pertama untuk seni herbarium. Herbarium itu kemudian disebarkan kepada murid-muridnya. Ciri khas dari permbuatan herbarium pada saat itu belum jelas. Pada saat itu herbarium hanya berupa koleksi botani yang membuktikan kekayaan hayati.
    Herbarium pada saat sekarang jauh lebih berkembang dari herbarium pada masa lalu. Sejak abat ke 19 metode pembuatan herbarium sudah dipatenkan karena pada herbarium sebelumnya banyak yang rusak akibat dimakan olemh serangga. Dan pada tahun 1981 dilaporkan ada tiga herbarium yang mengoleksi tanaman sebanyak 5 juta spesimen. Pada lebih dari 50 tahun lalu sudah menggunakan data sistematik karaktek, pada zaman sekarang ini herbarium selain dalam bentuk kering juga ada yang dalam bentuk basa. Kemudia pada spesimen kering ditempel pada kertas yang berkualitas tinggi yaitu pada kertas bebas asam. Selain itu herbarium sekarang juga dilengkapi oleh ilustrasi gambar. Dan pada saat ini herbarium bukan hanya terbatas pada karaktek. Pembuatan herbarium juga sudah mulai dijadikan sebagai tempat untuk penelitian berbagai keilmuan seperti untuk anatomi, filogeni, ekologi, kimia bahan alam dan sebagainya.
CARA KOLEKSI DAN PEMBUATAN HERBARIUM
Koleksi, Pengawetan dan Pembuatan Herbarium Algae, Fungi, dan Lichen
Untuk mengkoleksi algae, fungi, dan liken perlu diketahui terlebih dahulu distribusi serta tempat hidupnya. Dengan mengetahui distribusinya maka akan mudah untuk memperolehnya. Ada beberapa alat yang diperlukan pada saat melakukan koleksi, diantaranya adalah pisau, kantong plastik, dan label. Ciri-ciri tumbuhan yang hanya dapat diamati pada keadaan di tempat tumbuhnya perlu dicatat tersendiri, karena akan rusak atau hilang selama proses pengumpulan dan pengawetan.
Cara pengawetan algae, fungi, dan liken ada dua, yaitu cara basah (herbarium basah) dan cara kering (herbarium kering). Keadaan spesimen sangat mempengaruhi cara pengawetan. Demikian juga tujuan atau kegunaan dari herbarium tersebut. Ketelitian dalam teknik pembuatan dan perawatan herbarium sangat mempengaruhi keawetan herbarium tersebut.
Koleksi dan Pembuatan Herbarium Lumut dan Tumbuhan Paku
Untuk mendapatkan lumut sebagai bahan studi ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu: koleksi di lapangan, identifikasi, pengawetan, dan penyimpanan. Pengambilan bahan di lapangan sebaiknya lengkap baik dari genotofitnya maupun sporofitnya.
Beberapa alat yang diperlukan untuk pengambilan spesimen tumbuhan lumut adalah pisau, kantong koleksi, etiket gantung, buku kolektor, dan loupe.
Agar spesimen lumut tidak rusak ada beberapa cara penempatan yaitu dengan menempatkannya dalam amplop kertas atau lembaran kertas yang digulung.
Teknik pengawetan lumut biasanya dengan cara kering (herbarium kering). Lumut kering relatif kebal terhadap serangan serangga dan jamur, oleh karena itu pada penyimpanan herbarium tumbuhan lumut tidak perlu insektisida dan fungisida.
Berdasarkan cara hidupnya, tumbuhan perlu dibedakan menjadi paku yang hidup terestrial, epifit, dan aquatik. Bagian tumbuhan paku yang dikoleksi adalah sporofitnya lengkap dengan akar, batang/rizome, dan daun-daun fertil.
Ada beberapa alat yang diperlukan untuk pengambilan spesimen tumbuhan paku adalah gunting tanaman, kertas koran, kardus berlipat di tengah, alat pengepres, etiket gantung, dan label. Setelah spesimen tumbuhan paku dikeringkan sampai tingkat kekeringan tertentu, maka herbarium tumbuhan paku tersebut diberi kamfer untuk mengusir serangga.
Dalam botani, sebuah herbarium adalah koleksi diawetkan tanaman spesimen. Spesimen ini mungkin seluruh tanaman atau bagian-bagian tumbuhan: ini biasanya berada dalam bentuk kering, dipasang pada selembar, tapi tergantung pada materi juga dapat disimpan dalam alkohol atau bahan pengawet lainnya. Istilah yang sama sering digunakan dalam ilmu jamur untuk menggambarkan koleksi yang setara diawetkan jamur. Istilah ini juga dapat merujuk kepada bangunan dimana spesimen itu disimpan, atau lembaga ilmiah yang tidak hanya menyimpan tetapi penelitian spesimen ini. Spesimen di herbarium sering digunakan sebagai bahan referensi dalam menggambarkan tanaman taksa; beberapa spesimen mungkin jenis.
ntuk menjaga bentuk dan warna, tanaman yang dikumpulkan di lapangan tersebar rata pada lembaran-lembaran kertas dan kering, biasanya di pabrik tekan, antara blotters atau kertas penyerap. Spesimen, yang kemudian dipasang di lembar kertas putih kaku, diberi label dengan semua data penting, seperti tanggal dan tempat ditemukan, deskripsi tanaman, ketinggian, dan kondisi habitat khusus. Lembaran ini kemudian ditempatkan dalam kasus pelindung.. Sebagai pencegahan terhadap serangan serangga, tanaman yang menekan beku atau kasus keracunan dan didesinfeksi.
Tebal, atau tidak setuju untuk pengeringan dan memuncak pada seprai. Untuk tanaman ini, metode lain persiapan dan penyimpanan dapat digunakan Sebagai contoh, konifer kerucut dan kelapa daun dapat disimpan dalam kotak berlabel. Perwakilan bunga atau buah-buahan dapat acar dalam formaldehida untuk menjaga struktur tiga dimensi. Spesimen kecil, seperti lumut dan lumut, seringkali udara kering dan dikemas dalam amplop kertas kecil.  Tidak peduli metode pelestarian, informasi rinci mengenai di mana dan kapan pabrik itu dikumpulkan, habitat, warna (karena hal itu mungkin memudar dari waktu ke waktu), dan nama kolektor biasanya disertakan.
Hebanyakan herbarium menggunakan sistem standar mengorganisir spesimen mereka ke herbarium kasus.. Lembar spesimen ditumpuk dalam kelompok oleh spesies mana mereka berasal dan ditempatkan dalam ringan besar map yang diberi label di tepi bagian bawah. Kelompok spesies folder kemudian ditempatkan bersama menjadi lebih besar, lebih berat folder oleh genus. Genus folder tersebut kemudian diurutkan berdasarkan taksonomi keluarga sesuai dengan sistem standar yang dipilih untuk digunakan oleh herbarium dan ditempatkan dalam pigeonholes dalam lemari herbarium.
Menemukan spesimen herbarium diajukan dalam mengetahui membutuhkan tatanama dan klasifikasi yang digunakan oleh herbarium. Ini juga memerlukan nama keakraban dengan kemungkinan perubahan yang telah terjadi sejak spesimen dikumpulkan, karena spesimen dapat diajukan di bawah nama yang lebih tua. Herbarium modern sering menjaga database elektronik yang dapat diakses melalui internet
Herbarium sangat penting untuk studi taksonomi tanaman, studi tentang distribusi geografis, dan menstabilkan dari tata nama. Dengan demikian diharapkan akan disertakan dalam spesimen sebanyak mungkin tanaman (misalnya, bunga, batang, daun, biji, dan buah). Linnaeus 'herbarium yang sekarang menjadi milik Linnean Society di Inggris.
Specimens housed in herbaria may be used to catalogue or identify the flora of an area. Spesimen disimpan di herbarium dapat digunakan untuk katalog atau mengidentifikasi flora dari suatu daerah. Koleksi besar dari daerah satu digunakan dalam bidang menulis panduan atau manual untuk membantu identifikasi tanaman yang tumbuh di sana. Dengan lebih banyak spesimen yang tersedia, penulis panduan ini akan lebih memahami keragaman bentuk tanaman dan distribusi alam di mana tanaman tumbuh.
Herbarium juga mempertahankan catatan sejarah perubahan vegetasi dari waktu ke waktu. Dalam beberapa kasus, tumbuhan menjadi punah dalam satu bidang, atau mungkin menjadi punah sama sekaliDalam kasus tersebut, spesimen disimpan dalam herbarium dapat merupakan satu-satunya catatan tanaman distribusi asli. Lingkungan ilmuwan menggunakan data tersebut untuk melacak perubahan iklim dan dampak manusia. Banyak ilmuwan menggunakan jenis herbarium untuk melestarikan voucher spesimen; perwakilan tanaman sampel yang digunakan dalam studi tertentu untuk menunjukkan tepat sumber data mereka.
PERTEMUAN 5
    Peran herbarium pada bidang botani ekonomi
Koleksi herbarium ini mencapai dua juta spesimen dan akan mampu menjadi pusat acuan penelitian keragaman hayati, serta rujukan bagi seluruh ilmuwan dunia dalam bidang penanaman jenis tumbuhan, khususnya dari kawasan tropis.
Herbarium merupakan koleksi tumbuhan atau baagian tumbuhan yang diawetkan, Spesimen ini digunakan sebagai bahan rujukan untuk mentakrifkan taxon tumbuhan; ia mempunyai holotype untuk tumbuhan tersebut. Herbarium merupakan koleksi tumbuhan atau bahagian tumbuhan yang diawetkan, Spesimen ini digunakan sebagai bahan rujukan untuk mentakrifkan taxon tumbuhan; ia mempunyai holotype untuk tumbuhan tersebut. Herbarium boleh juga digunakan untuk merujuk kepada bangunan dimana spesimen itu disimpan.
    Herbarium Hortus Botanicus Purwodadiensis yang prioritas kegiatannya adalah mendokumentasikan koleksi tumbuhan Kebun Raya Purwodadi dalam bentuk spesimen kering maupun basah, merupakan salah satu penunjang tugas pokok dan fungsi Kebun Raya Purwodadi, terutama dalam tugas dan fungsi konservasi, eksplorasi dan inventarisasi tumbuhan daerah rendah kering , yaitu sebagai alat identifikasi dan dokumentasi hasil eksplorasi; serta tugas dan fungsi fasilitas penelitian dan pendidikan yaitu memberikan pelayanan dan fasilitas untuk penelitian menggunakan herbarium (bidang Taksonomi dan Morfologi Tumbuhan) serta memberikan pengenalan kepada mahasiswa, pelajar dan masyarakat tentang fungsi dan cara pembuatan herbarium.


Lembaga Konservasi
Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), yang berfungsi untuk pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan atau satwa, dengan tetap menjaga kemurnian jenis, guna menjamin kelestarian keberadaan dan pemanfaatannya. Lembaga Konservasi mempunyai fungsi utama pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan satwa, dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Lembaga Konservasi, juga mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan, peragaan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, sarana perlindungan dan pelestarian jenis, serta sarana rekreasi yang sehat. Pengelolaan Lembaga Konservasi dilakukan berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa.
Lembaga Konservasi dapat berbentuk :
1.    Kebun Binatang,
2.    Taman Safari,
3.    Taman Satwa,
4.    Taman Satwa Khusus,
5.    Pusat Latihan Satwa Khusus,
6.    Pusat Penyelamatan Satwa,
7.    Pusat Rehabilitasi Satwa,
8.    Museum Zoologi,
9.    Kebun Botani,
10.    Taman Tumbuhan Khusus, dan
11.    Herbarium.
Pembinaan terhadap Lembaga Konservasi dilakukan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan, dan di lapangan dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. Pembinaan dilakukan terhadap aspek teknis, administrasi, dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa koleksi yang dipelihara. Aspek teknis meliputi : koleksi, penandaan, pemeliharaan, pengembangbiakan, penyelamatan, penajarangan tumbuhan dan mutasi satwa, sarana prasarana pengelolaan tumbuhan dan satwa. Aspek administrasi meliputi : perizinan, pendataan koleksi, studbook, pelaporan pengelolaan tumbuhan dan satwa, kerjasama kemitraan. Aspek pemanfaatan meliputi : peragaan, tukar-menukar, pengembangbiakan, pelepasliaran, penelitian dan pendidikan. Evaluasi terhadap Lembaga Konservasi dilakukan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan. Evaluasi dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun. Di lapangan evaluasi dilaksanakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh aspek kegiatan pengelolaan, baik teknis, administrasi, dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa.
Ekologi merupakan studi ilmiah tentang proses regulasi distribusi kelimpahan dan saling interaksi di antara mereka, dan sebuah studi tentang desain dari struktur dan fungsi dari ekosistem (Kerbs, 1972).. Istilah ekologi ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1866 oleh E. Haeckel (ahli biologi Jerman). Ekologi berasal dari dua akar kata Yunani (oikos = rumah dan Logos=ilmu), sehingga secara harfiah bisa diartikan sebagai kajian organisme hidup dalam rumahnya.
Secara lebih formal ekologi didefenisikan sebagai kajian yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dengan lingkungan fisik dan biotik secara menyeluruh. Jadi dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa ekologi itu adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya (biotik dan abiotik) dalam suatu ekosistem.
Organisme-organisme saling berinteraksi satu sama lain, dan juga berinteraksi dengan unsur-unsur abiotik yang ada di sekelilingnya. Jadi organisme-organisme dan komponen-komponen fisik lingkungan menyusun sebuah ekositem atau sistem ekologi. Komponen yang hidup, tumbuhan dan hewan, membentuk lingkungan biotik sedang komponen-komponen fisik merupakan lingkungan abiotik.
Lebih jelasnya, bagian-bagian yang mengisi ekosistem antara lain terdiri dari, bahan-bahan anorganik seperti, persenyawaan organik seperti karbohidrat, unsur iklim dan cuaca seperti temperatur, kelembapan, tekanan udara dll, organisme produsen yang mampu memproduksi bahan makanan, dan organisme konsumen yang makan makhluk lain atau hasil produksinya.
Organisme produsen merupakan komponen autotrofik, sedangkan yang lain ialah heterotrofik. Berdasarkan habitatnya ekosistem dibedakan atas ekosistem daratan (terestrial) seperti hutan, padang rumput, semak belukar, tegalan, pekarangan dll dan ekosistem perairan (akuatik) yang dibedakan air tawar dan air asin seperti sungai, kolam, danau, rawa dan lautan.
Sebuah koleksi hidup pohon-pohon dan semak-semak sering tumbuh untuk menggambarkan keragaman spesies dan bentuk disebut arboretum (latin berteduh, "pohon"). Spesimen biasanya ditanam dalam kelompok-kelompok yang mencerminkan hubungan botani atau preferensi habitat, dengan cara memproduksi yang menyenangkan. Ketika sebuah arboretum cemara terutama terdiri dari tumbuhan runjung, itu disebut pinetum. Mungkin ada hingga beberapa ribu kayu berbagai jenis tanaman, misalnya, rhododendron, diselingi di antara pepohonan.
Perwakilan spesimen biasanya dilabeli dengan nama-nama umum dan ilmiah, nama keluarga dan negara asal dapat muncul juga. Orang tua hibrida juga mungkin ditunjukkan. Program pendidikan sering dikembangkan bersama dengan sekolah-sekolah lokal dan regional masyarakat hortikultura. Arboreta dapat berdiri sendiri atau menjadi bagian dari kebun raya.
Pada dasarnya kebun botani dan aboretum adalah institusi yang menyediakan pemeliharaan koleksi hidup tumbuhan yang mewakili sejumlah spesis, genus, famili yang sangat besar. Pada umumnya kebun botani mencangkup semua jenis tumbuhan, sedangkan aboretum biasanya hanya mewakili tumbuhan yang berkayu seperti: pohon-pohon, semak-semak, dan tanaman merambat. Kebun botani moderen merupakan fasilitas yang disediakan dalam penelitian mahkluk hidup yang dijadikan sebagai pusat penelitian, penyedia data, dokumentasi, dan referensi, serta sebagai lembangga yang menunjang pendidikan, pengawetan dan pusat aktivitas umum. Kebun botani dan aboretum juga adalah merupakan koleksi hidup dan pusat yang penelitian yang berkaitan dengan semua mahkluk hidup. Beberapa fungsi kebun botani dan aboretum antara lain sebagai berikut:
1. Untuk penelitian bagi mahasiswa yang akan memperoleh gelar, yang sudah memperoleh gelar, dan yang sudah memperoleh gelar doktor atau penelitian yang berifat rasa keingintahuan peneliti berkaitan dengan mahkluk hidup.
2. Pusat akatifitas dan pelatihan singkat profesi-profesi dan pembuktian teori-teori dari guru atau pengajar mengenai berbagai oganime yang hidup.
3. Sebagai sarana pendidikan untuk mempelajari mahkluk hidup bagi para pengajar pemula dan yang sudah senior.
4. Menunjang pelatihan dan media umum yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai warisan alam semesta untuk kepentingan pribadi, rekreasi dan lain-lain.
5. Penyimpanan dan penyebaran publikasi tanaman sebagai mahkluk hidup kepada khalayak umum.




















google.comyahoo.com
Powered By Blogger

Funy picture

Funy picture
Animation fish